Aku tak tahu apa yang harus aku tulis. Aku tak
pandai untuk merangkai kata-kata karena aku bukanlah penulis maupun pujangga.
Walaupun begitu aku akan berusaha untuk menumpahkan apa yang aku rasakan pada blank document ini. Mungkin ini lebih
baik.
Malam
ini terdapat judul yang menarik di salah satu media televisi, tidak hanya
jembatan cinta ataupun bukit cinta sekarang ada istilah baru yaitu flyover cinta. Anda sudah tahu
jawabannya kan? Ya, bercinta di atas flyover. Bayangkan memadu kekasih di
flyover! astaghfirullah.
Memarkirkan kendaraan ditepi jembatan (padahal sudah
jelas dilarang parkir), disuguhi panorama kerlap-kerlip lampu kota yang
gemerlap, menikmati kota diketinggian ditambah sepoi-sepoi angin malam dan
ditemani sang kekasih.
Bagaimana menurut Anda? Menyenangkan? Mau coba? atau
Iuuuh?
Ingat resiko ditanggung penumpang. Resiko besar menantimu Kawan yang
pertama kecelakaan, banyak tuh mobil motor yang berlalu lalang peluang
kesrempetnya besar; kedua perampokan, biasa tuh ya kalau mau ngapelin pacar
pakai pakaian yang bagus super wangi apalagi di flyover smartphone tak
ketinggalan hal itulah yang menclingkan mata para begal; ketiga pembunuhan,
kalau target sasarannya tak mau memberikan apa yang dimau para begal senjata
tajam akan menjadi jawabannya.
Nah, saat salah satu begal mengaku tak ada rasa
takut sedikit pun di dalam dirinya mungkin karena sudah biasa bahkan tak ada
rencana sampai kapan para begal untuk mengakhiri aksinya. Pada salah satu kasus
begal yang melancarkan aksinya berusia sekitar 18 dan 16 tahun, aksi ini
biasanyanya dilancarkan dengan dua orang dan hasil yang mereka peroleh dibagi
rata baik pengesekusi maupun pengemudi. Hasilnya pun mereka gunakan untuk
berfoya-foya.
Dimana letak hati mereka, dengan
mudahnya mengayunkan senjata dan menganiaya sasarannya. Dimana letak hati
mereka ketika melancarkan aksinya hingga tak ada rasa takut sedikitpun. Dimana
hati mereka?
Dan saya pun sekarang sedikit
tahu, saya kutip dari dzikra.com dari
sinilah saya tahu bagaimana hati itu sebenarnya
“Sesungguhnya Allah
tidak memandang kepada rupa dan harta kalian, dan akan tetapi Ia memandang
kepada hati dan amalan kalian”.
Namun penentu baik dan buruknya amalan seseorang amat
bergantung kepada hati. Maka hati adalah bagaikan generator bagi seluruh anggota badan. Kedudukan hati di antara
anggota badan bagaikan raja di tengah kerajaan. Semua gerak-gerik anggota badan
akan bergantung kepada hati sebagaimana gerak-gerik anggota pasukan bergantung
kepada raja. Bila raja bersifat baik maka prajuritnya pun akan baik pula,
sebaliknya bila raja memiliki prilaku buruk maka bala tentaranya pun akan
berprilaku buruk pula.
Oleh sebab itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah menggambarkan kepada kita tentang hal tersebut dalam sabdanya:
«أَلا وَإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ» رواه البخاري ومسلم.
“Ketahuilah!
Sesungguhnya dalam tubuh ini ada segumpal daging, apabila ia baik maka baiklah seluruh
tubuh. Dan apabila ia rusak. Maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah! ia adalah
hati”.
Dari suatu kajian yang pernah saya ikuti ada beberapa sebab pemicu membatunya hati yaitu:
- Ketergantungan kalbu terhadap dunia daripada akhirat
- Lalai
- Kawan yang buruk
- Terbiasa dengan kemaksiatan dan kemungkaran
- Berpaling dari mengingat Allah
Naudzubillah min dzalik, semoga
kita senantiasa selalu menjaga hati kita masing-masing dan terjauh dari hati
yang membatu.
Walahualam
Juni 2014