"Coba pak, mungkin bisa dishare ke
mahasiswa bagaimana orang tua Anda mendidik sewaktu kecil hingga Anda bisa
sampai seperti ini?" pertanyaan pengisi seminar untuk bapak paruh baya.
Tidak lain ialah pengisi materi diacara yang sama.
Bapak itu seketika menghentikan tulisannya disebuah buku
kecil. Kemudian ia berdeham sambil membenarkan tempat duduknya. Bapak
berkacamata itu kemudian angkat bicara.
Diapun berterimakasih kepada pembicara yang memberikan
pertanyaannya kepadanya. Bapak berkumis dan berjenggot itu mulai mengkisahkan
bagaimana ia sewaktu kecil. Ia besar dan lahir di Provinsi Yogyakarta tepatnya
di daerah Bantul. Disanalah ia hidup bersama bapak ibunya dan sebelas
saudaranya. Bapaknyalah yang banting tulang untuk menghidupi keluarganya.
Sedangkan ibunya bertugas menjaga dan merawat mereka di rumah. Tanpa ada
asisten rumah tangga. Rumahnya cukup untuk menampung ke empat belas orang yang
tinggal di dalamnya. Alhamdulillah gaji ayahnya juga cukup untuk menghidupi
keluarganya. Ia serba kecukupan.
Sembari membenarkan kacamatanya ia pun melanjutkan
kisahnya. Bapak sangat protektif apa yang kami makan maupun yang kami pakai.
Jika ada kiriman dari orang bertandang ke rumah, semua akan ditanya darimana
asal muasal barang tersebut. Pernah ada nasi bungkus yang diantar oleh
seseorang ke rumah dan bungkusan tersebut ternyata dari tetangga yang menggelar
hajat. Bapak pun tidak melarang kami untuk memakannya bahkan beliau
mempersilakan. Namun, jika ada bungkusan karena profesi bapak bapak pun
menyuruh kami tidak memakannya bahkan mengembalikannya.
Suatu ketika ada kiriman dipan kayu yang gagah nan apik ke
rumah. Kami kira bapak membelinya. Kami pun merasa senang bapak membeli barang
tersebut. Sesampainya di rumah bapak pun terheran-heran dengan keberadaan dipan
tersebut. Kemudian bapak menanyai kami apakah ibu membelinya? Kami pun
menggeleng atas ketidaktahuan kami. Saat ibu keluar dari bilik rumah dan
menghampiri bapak. Bapak pun bertanya kembali apakah ibu yang membelinya?
Justru ibu berbalik bertanya.
“Bukannya bapak yang membelinya?” kemudian bapak menilisik
siapa yang mengirimkannya. Kemudian bapak bertanya siapa penerima dipan ini?
Ternyata ibulah yang menerimanya. Kemudian ibu menyodorkan secarik kertas yang
ditipkan oleh kurir tersebut. Bapak pun membacanya dan mengingat nama yang tertera
dalam lembaran yang bertuliskan tinta tersebut.
Bapak menyuruh kami bersiap-siap untuk mengantar kembali
barang mebel tersebut. Terlihat muka bapak yang geram setelah membaca kertas
tersebut.
“Mau dikembalikan kemana ini pak?”
“Kepada yang punya! Singkatnya.
“Emang siapa pak yang punya?”
“Orang yang kemarin kasusnya bapak
bebaskan karena tidak bersalah. Bapak tidak suka pemberian semacam ini. Kata
dia ucapan terimakasih, tetapi menurut bapak pemberian ini karena profesi
bapak. Kasus selesai ya selesai.” Ujarnya
“Ini pelajaran buat kita semua.”
Tambahnya
Bapak yang mengenakan batik senada ini, ternyata bapaknya
ialah seorang pengadil disuatu pengadilan negeri agama. Sering kali bapaknya
memperoleh kiriman-kiriman semacam itu sebagai tanda terimakasih. Bapaknya pun
juga gencar mengembalikannya kepada si pengirim. Bapaknya tidak mau
anak-anaknya mengkonsumsi hal-hal yang sejatinya haram bagi mereka. Sebuah
keyakinan dan ikhtiar seorang bapak untuk melindungi anak-anaknya sebagai imbas
profesinya di tanah basah. Sekaligus sebagai contoh untuk anak-anaknya kelak
ketika mengemban pekerjaan terjamin kehalalannya rezekinya. Bapaknya berpesan
dari suatu hadits berbunyi :
Dari Abu Abdullah, Nu’man bin Basyir ra, ia berkata, “Aku mendengar Rasululloh
SAW bersabda,’Sesungguhnya yang halal itu jelas dan sesungguhnya yang haram
juga jelas, dan di antara keduanya ada perkara-perkara syubhat (samar-samar)
yang tidak diketahui (status hukumnya) oleh kebanyakan orang. Barang siapa
berhati-hati dalam perkara-perkara syubhat maka ia telah menyelamatkan agama
dan kehormatan dirinya. Dan barangsiapa yang terjerumus dalam perkara-perkara
syubhat maka dikhawatirkan ia terjerumus dalam perkara yang haram, sebagaimana
seorang penggembala yang menggembala di sekitar daerah larangan maka
dikhawatirkan hewan gembalaannya akan masuk merumput di dalam daerah larangan
tersebut. Ketahuilah seseungguhnya setiap raja memiliki larangan dan larangan
Allah adalah hal-hal yang di haramkan. Ketahuilah sesungguhnya di dalam tubuh
manusia terdapat segumpal daging yang apabila ia baik maka baik pula seluruh
anggota tubuh lainnya, dan apabila ia jelek maka jelek pula seluruh anggota
tubuh lainnya. Ketahuilah sesungguhnya daging tersebut adalah hati.” (HR.
Bukhari dan Muslim).
***
Upaya yang dilakukan bapaknya membuahkan hasil. Contohnya
bapak yang berbicara di hadapan saya ini. Ketiga gelar yang ia dapatkan ia
peroleh dari mengenyam pendidikan di Jerman. Sekarang ia bekerja di instansi
dinas milik pemerintah di Jakarta. Ia pun juga memimpin keluarga kecilnya
sendiri yang mana teladan-teladan baik dari bapaknya ia terapkan pada keluarga
tersebut.
So, gimana
reader? Mengejar Halal? Mengapa tidak? Meski bersusah payah untuk
mendapatkannya Insyaa Allah itu lebih baik. Faktanya dengan memperhatikan
kehalalan yang kita konsumsi baik zatnya, cara mengelolanya, bahkan cara
memperolehnya jelas memberikan efek yang besar bagi kehidupan kita. Pengaruh
terbesarnya bagi hati hati kita. Karena hati akan mempengaruhi segala perilaku
yang tercermin dalam kehidupan kita. Saatnya sekarang bagi kamu pilih Halal
atau sebaliknya?
Semoga bermanfaat