Sudahkah Aku di Hidupmu?
“Kamu
habis lulus mau kemana?”
“Hmm...belum
tahu ngalir aja deh”
“Hmm,
masa sih enggak punya bayangan mau ngapain gitu?”
“Hmm...
masih abu-abu.”
Waduuh
ilustrasi di atas kok aku banget yak. Wkwk. Eits, Insyaa Allah udah agak
mendingan. Enggak separah yang dulu.
Semoga
kamu sudah memiliki pandangan hidup jangka pendek maupun jangka panjang yak.
Karena hidup enggak boleh ngalir gitu aja. Harus ada cita-cita atau tujuan yang
harus diraih. Aku pernah baca sebuah postingan dari Ustadz Salim A Fillah intinya
kurleb seperti ini,
“Kalau jalani hidup ngalir aja seperti air mungkin sudah lupa bahwa sejatinya air itu mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang rendah.”
Nah
lho gimana enggak mau kan? Dari tinggi ke rendah.
Makanya
dalam hidup harus ada cita-cita. Petuah dari murrobi (guru)ku bahwa cita-cita
menghidupkan hati seorang muslim. Jika tak ada cita-cita maka seseorang akan
mudah rapuh dan patah dalam menjalani hidup. Mengapa? Sebab ia bergerak
tanpa ada yang ia tuju.
Ngeri
kan ya?
Yuk
pemanasan dulu sebelum ganti kalender. Saatnya pikirkan mimpi besar apa yang
hendak diraih. Besar kecil itu relatif lho ya. Enggak boleh samain antara
satu dengan yang lain. Yang mimpinya kecil enggak boleh minder dan yang mimpinya
besar enggak boleh sombong juga. Kalau udah dipikikan jangan lupa ditulis. Agar
setiap saat bisa melihatnya untuk memantik bara semangat sekaligus agar
mestakung alias semesta mendukung.
Aku rasa
aku perlu menuliskannya di sini. Dalam menuliskan mimpimu terdapat dua hal ini perlu
diingat dan dicermati betul. Apa itu? Saat menulis impian harus diiringi rasa
khauf (rasa takut) dan raja’ (rasa berharap). Why? Karena kita tidak tahu
cita-cita apa yang diridhoi Allah dan kapan Allah meridhoinya. Waspadalah!
#bacaversibangnapi Apa yang kita rasa baik belum tentu di hadapan Allah itu
juga baik (Qs.Al-Baqarah: 216).
Untuk
itu perlu dibubuhkan kalimat “atau yang
terbaik untuk saya” di ujung kalimat impian kita. Contoh, saya harus... di
tahun 2019 atau yang terbaik untuk saya. Tujuannya apa? Agar kita tidak stres
dengan mimpi yang tak kunjung terwujud. Atau mimpi yang meleset sangat jauh
dari harapan. Ujung-ujungnya kecewa dan tak mau memperjuangkannya kembali. Naudzubillah.
Lagi-lagi sebagai manusia hanya bisa berencana dan Allah yang akan berperan
dalam menentukan apa yang terbaik untuk kita.
Senyumin
dulu ah. Karena aku murah senyum #pedebanget
Untukmu
dan untukku,
Jangan
takut menjadi seorang pemimpi. Pemimpi yang memperjuangkan apa yang telah ia
rajut dalam bingkai aksara. Lalu diperjuangkan dengan bumbu cinta dalam
menjalaninya. Menulis mimpi dan mewujudkannya salah satu sarana dan ikhtiar
agar di hadapan Allah nanti diputarkan film terbaik. Bagaimana kita mengisi
detak detik waktu yang telah diberikan oleh Allah dengan hal-hal bermanfaat.
“Bekerjalah
kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga RasulNya dan orang-orang
mukmin dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang mengetahui yang gaib dan
yang nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Qs.
At-Taubah: 105)
Tulisan
ini sebagai pengingat penulis. Karena penulis juga sedang belajar merajut mimpi
dan memperjuangkannya. Demi menjadi manusia yang lebih baik.
Sudahkah
dia dalam hidupmu?
Salam
hangat. Tunggu kisah selanjutnya.
Tags:
Opini
0 komentar