Catatan Amiamia

Berbagi cerita dan rasa untuk aku darimu

Diberdayakan oleh Blogger.
  • Beranda
  • About
  • Lomba
  • Review
  • Opini
Tumpukan potongan flanel


Agenda kelompokku pekan ini ialah bersilaturahim ke Rumah Craft Mal Mel. Di sana kami belajar langsung dari pemiliknya. Kamipun langsung dihadapkan dengan satu jenis kain dengan aneka warna. Memang di tempat ini kain tersebut unggulannya di samping kain katun. Warnanya sungguh ciamik. Membuat pikiran cling seketika setelah berjibaku dengan riuhnya jalan Slamet Riyadi.

Sebelum memulai membuat buket bunganya, ramah tamah dengan pemilik tujuan utama kami ke sini. Pemilik tersebut notabene seorang ibu rumah tangga yang nyambi craft. Ia berpesan kepada kami semua:
“Wanita itu enggak wajib mencari nafkah namun wajib upgrade skill”

Entah kenapa langsung termotivasi mendengar perkataan itu. Kemudian saat kain yang akan diolah berada di hadapanku. Aku membelainya lembut dan aku menyapanya dalam hati

“Hai! Apa kabar dirimu? Lama sudah kita berpisah.”

Kenangan masa lalupun terputar kembali.
***

Pertama kali aku mengenalnya saat temanku membuat sarung laptop sapi yang unyu. Aku kepo dengan kain apa yang dipakainya. Bewarna warni segar di mata. Agak kaku tapi mudah dibentuk. Memiliki tekstur sendiri. Lembut kasar gimana gitu. Bisa menebak kain apakah itu? Yups, ternyata kain flanel namanya. Tak cukup sampai disitu. Aku bertanya dimana ia membelinya, berapa harganya, dan cara menjahitnya.
Bersyukur sekali temanku itu mau menularkan kemampuannya. Ia mau mengajariku yang cengoh akan hal-hal baru dalam hidupku. Dia sabar dan telaten pula. Penasaran siapakah dia? Ia bernama Elsita.

Ia mengajariku pertama kali cara menjahit dengan tusuk festoon. Tidak seketika waktu itu aku langsung bisa mengikutinya, hehe. Butuh berulang kali salah. Bahkan berulang kali bertanya sebab lupa langkah selanjutnya. Waktu itu aku puas-puasin untuk belajar darinya. Meskipun sebenarnya tidak puas karena ilmu yang nyantol alias yang bisa aku lakukan hanya tusuk feston saja.

Beberapa hari kemudian. Sungguh aku lupa bagaimana jalan ceritanya. Tiba-tiba temanku itu memberikan seluruh flanel yang ia miliki. Tak hanya itu jarum, benang, dan dakronnyapun turut merangsek ke dalam tas kresek yang ia berikan kepadaku. Masyaa Allah, rezeki yang tak terduga. Ada rasa sungkan waktu itu untuk menerimanya. Lalu terlontar dari mulutku, "Aku ganti berapa nih El?”

"Sudah. Enggak usah diganti, Mi. Itu buat kamu aja." Jawabnya.

"Beneran nih? Alhamdulillah. Makasih Elsita."

Seneng dong rasanya dikasih yang kita pengenin. Tapi di sisi lain aku sedih mau aku apakan kain-kain unyu ini. Belum ada ide kala itu. Sementara waktu aku diemin begitu saja kain-kain di dalam kardus.

Suatu ketika kebosananpun melanda dengan hebat. Bagaimana tidak? Waktu tunggu selesai Ujian Nasional hingga pengumuman SNMPTN sangatlah luama. Dua bulan kalau tidak salah. Menonton tayang di televisi bosan karena acaranya begitu-begitu saja. Mainan hape juga bosan. Waktu itu hape masih Nokia yang polikrom. Bisanya cuma SMS-an lalu ujung-ujungnya main Nature Park ngalahin skor sendiri.

Kebosanan akut mengingatkanku akan kain flanel waktu itu. Aku bongkar-bongkar seolah mencari mangsa. Flanel mana yang akan aku eksekusi hari ini. Setelah dapat kumulai dengan menggambar pola yang paling mudah yaitu lingkaran sebanyak dua buah. Lalu aku salurkan ilmu tusuk feston dari Elsita tuk rekatkan dua buah lingkaran. Sebelum dijahit penuh aku sumpali dengan awan putih sintetis. Menggembung sudah. Kujahit kembali hingga rapat supaya “awan” tak mencuat ketika dipencet-pendet. Lumayan rapi untuk percobaan pertama dan pemula.

Singkat cerita aku akhirnya memproduksi gantungan kunci karakter. Waktu itu aku membuat karakter doraemon, hello kity, dan angry bird yang lagi hits semirip mungkin. Alhamdulillah tidak hanya berujung di dalam kardus saja. Hasil karyaku aku kemas dan kujual. Sebenarnya menjual itu hanya kegiatan iseng-iseng saja. Gara-gara kedua adikku yang duduk di sekolah dasar waktu itu entah bagaimana caranya mingin-mingini temannya. Kata orang, rezeki enggak boleh ditolak. Aku iya-in aja pesanan itu.

Saat menyelesaikan list pesanan tiba-tiba aku kehabisan stok bahan. Mau enggak mau harus beli di toko yang berada di Jalan Kalilarangan. Karena disitu yang aku tahu.

Pertanyaannya aku akan naik apa kesana?
Kalau mau naik bus dari segi ongkos, waktu, dan tempat pemberhentian sangat tidak efektif. Yang terparkir di teras rumah hanya sepeda onthel. Punyanya sepeda ya naik sepeda.

Rumahku dimana?
Belakang rumah sakit dr Oen Kandangsapi. So sweet bukan? Sungguh the power of niat. Ngos-ngosan, euy. Tak ketinggalan bermandikan sinar matahari yang mulai meninggi. Waktu itu belum ada ojol macam sekarang yang tumbuh bak jamur di musim penghujan. Tinggal klik saja langsung menjemput di depan rumah. Sungguh tiap apa yang diperjuangkan akan menemui kelezatannya masing-masing. Tergantung cara olahnya saja.

Nah, pesanan ganci yang touch in heart banget itu ketika budheku memesan gantungan love ukuran besar. Wew buat siapakah gerangan? Ternyata gantungan kunci itu untuk pacarnya masku. Alhamdulillah sekarang sudah jadi istrinya. Alhamdulillah enggak kaya  cuitan zaman sekarang, “pacarane mbi aku nikahe mbi wong  liyo” nyesek enggak sih? Mending pacarannya setelah nikah aja.

Hehe hanya intermezo netizen. Bersyukur deh budheku mempercayakan sepenuhnya kepadaku. Aku tambah greget untuk mengerjakannya. Tambah pengalaman juga. Senangnya dapat selesai tepat waktu dan langsung meluncur segera ke calon mantunya.  

Sayang, kegiatan ini hanya bertahan di masa kumenunggu pengumuman dan awal-awal masuk kuliah. Kegiatan njlimet semacam itu suka sebenarnya. Apalagi bisa tambah-tambah uang saku. Dengan berat hati aku berpisah dengan flanel. Ada tugas lain yang akan menyita waktuku. Sungguh liburan produktif. Liburan menyenangkan dan mengenyangkan.

***
Begitulah rasanya kalau bersentuhan dengan flanel. Langsung terngiang akan episode kehidupan yang pernah aku jalani. Memang sih belum berjodoh untuk menjadi bisnis yang berkembang dan memiliki omset besar. Namun aku bersyukur ketika dibenturkan dengan hal-hal semacam itu hal baru tentunya, minimal dapat meningkatkan skill. Eits, harus dirawat pula dengan kemauan belajar terus dalam diri juga ya agar menjadi orang yang kapabel di bidang tersebut. Jadi kalau sewaktu-waktu dibutuhkan untuk mencari nafkah, uang jajan, atau membantu orang lain enggak usah mikir terlalu lama. Dan langsung teringat namamu. 

Pesan aku untuk pembaca setia.

“Galilah dan tingkatkan skillmu di luar profesi atau bidangmu. Awali dari apa yang kamu sukai. Lalu belajarlah langsung dari ahlinya sekaligus berlatih. Yakinlah suatu saat ia akan mekar indah di musim yang tepat baik untuk dirimu sendiri atau orang lain.”
Cukup curhatan hari ini. Semoga ada manfaatnya yang bisa diambil untukmu. See you di tulisan berikutnya.

Salam
Amiamia –Pegumpul cahaya yang berserak



Pernah dengar tidak kata orang, “Siapa yang menanam dia akan yang menuai?”

Walaupun kenyataannya tidak semua yang kita tanam kita sendiri yang akan memetiknya. Nggak percaya?

Contohnya begini, kamu menanam biji buah mangga di depan rumah. Lalu, dengan penuh kasih sayang kamu menyiraminya, memupuknya, bahkan menjaganya dari ganasnya ulat-ulat yang gemash. Setelah tumbuh semakin besar dan berbuah, apalagi buahnya lebat. Saya tebak, tidak seluruhnya kamu yang memetiknya. Mungkin saja yang memanen ialah para codot dan ulat yang kelaparan. Atau Jatuh di tangan segerombolan anak yang membawa tongkat pemburu layangan putus.  Bahkan tetangga kamu yang tak sengaja kejatuhan mangga yang ranum.

Wah…wah…wah iya kan? Apakah sepenuhnya kamu yang memetiknya? Yes or No? Sudah, ikhlasin aja. Kalau ikhlas insyaa Allah, Allah akan membalasnya. Bisa di dunia atau ditabung dulu untuk dunia yang abadi kelak.

Alhamdulillaah, Allah mengirimkan orang-orang yang mengingatkan akan hal itu. Melalui percakapan yang tidak sengaja ataupun sebuah nasihat. Hingga aku merasa tersentil dan harus menuliskannya dalam coretan yang mungkin bermanfaat untuk orang lain. Selebihnya untuk catatan pengingatku saja.

Bahwa kebaikan-kebaikan yang kita rasakan saat ini belum tentu buah dari kebaikan yang sudah kita lakukan. Bisa jadi, kebaikan yang kita nikmati dikala senang atau haru bahagia merupakan buah kebaikan dari orangtua kita. Mungkin juga, ketidak baikkan yang kita terima saat ini bisa jadi berasal dari hulu yang sama.

Dan bisa jadi kebaikan maupun keburukan yang telah kita lakukan akan berimbas kepada keluarga kita. Kepada ayah, ibu, adik, maupun keturunan kita.

Bisa instan, secepat membuat mie rebus. Atau dengan lika liku luar biasa baru akan terasa. Manis. Asam.  Pahit. Atau nano-nano.

Tak ruginya mulai berbenah saat ini. Tak ada salahnya pula berusaha menanam biji-biji dengan kualitas baik. Meski harus bersusah payah mengenyahkan biji-biji yang tidak layak tanam berhiaskan peluh keikhlasan. Karena semua akan indah pada waktunya.

Salam



"Coba pak, mungkin bisa dishare ke mahasiswa bagaimana orang tua Anda mendidik sewaktu kecil hingga Anda bisa sampai seperti ini?" pertanyaan pengisi seminar untuk bapak paruh baya. Tidak lain ialah pengisi materi diacara yang sama.

Bapak itu seketika menghentikan tulisannya disebuah buku kecil. Kemudian ia berdeham sambil membenarkan tempat duduknya. Bapak berkacamata itu kemudian angkat bicara.


Diapun berterimakasih kepada pembicara yang memberikan pertanyaannya kepadanya. Bapak berkumis dan berjenggot itu mulai mengkisahkan bagaimana ia sewaktu kecil. Ia besar dan lahir di Provinsi Yogyakarta tepatnya di daerah Bantul. Disanalah ia hidup bersama bapak ibunya dan sebelas saudaranya. Bapaknyalah yang banting tulang untuk menghidupi keluarganya. Sedangkan ibunya bertugas menjaga dan merawat mereka di rumah. Tanpa ada asisten rumah tangga. Rumahnya cukup untuk menampung ke empat belas orang yang tinggal di dalamnya. Alhamdulillah gaji ayahnya juga cukup untuk menghidupi keluarganya. Ia serba kecukupan.


Sembari membenarkan kacamatanya ia pun melanjutkan kisahnya. Bapak sangat protektif apa yang kami makan maupun yang kami pakai. Jika ada kiriman dari orang bertandang ke rumah, semua akan ditanya darimana asal muasal barang tersebut. Pernah ada nasi bungkus yang diantar oleh seseorang ke rumah dan bungkusan tersebut ternyata dari tetangga yang menggelar hajat. Bapak pun tidak melarang kami untuk memakannya bahkan beliau mempersilakan. Namun, jika ada bungkusan karena profesi bapak bapak pun menyuruh kami tidak memakannya bahkan mengembalikannya.


Suatu ketika ada kiriman dipan kayu yang gagah nan apik ke rumah. Kami kira bapak membelinya. Kami pun merasa senang bapak membeli barang tersebut. Sesampainya di rumah bapak pun terheran-heran dengan keberadaan dipan tersebut. Kemudian bapak menanyai kami apakah ibu membelinya? Kami pun menggeleng atas ketidaktahuan kami. Saat ibu keluar dari bilik rumah dan menghampiri bapak. Bapak pun bertanya kembali apakah ibu yang membelinya? Justru ibu berbalik bertanya.


“Bukannya bapak yang membelinya?” kemudian bapak menilisik siapa yang mengirimkannya. Kemudian bapak bertanya siapa penerima dipan ini? Ternyata ibulah yang menerimanya. Kemudian ibu menyodorkan secarik kertas yang ditipkan oleh kurir tersebut. Bapak pun membacanya dan mengingat nama yang tertera dalam lembaran yang bertuliskan tinta tersebut.


Bapak menyuruh kami bersiap-siap untuk mengantar kembali barang mebel tersebut. Terlihat muka bapak yang geram setelah membaca kertas tersebut.

    “Mau dikembalikan kemana ini pak?”

    “Kepada yang punya! Singkatnya.
    “Emang siapa pak yang punya?”

    “Orang yang kemarin kasusnya bapak bebaskan karena tidak bersalah. Bapak tidak suka pemberian semacam ini. Kata dia ucapan terimakasih, tetapi menurut bapak pemberian ini karena profesi bapak. Kasus selesai ya selesai.” Ujarnya

    “Ini pelajaran buat kita semua.” Tambahnya


Bapak yang mengenakan batik senada ini, ternyata bapaknya ialah seorang pengadil disuatu pengadilan negeri agama. Sering kali bapaknya memperoleh kiriman-kiriman semacam itu sebagai tanda terimakasih. Bapaknya pun juga gencar mengembalikannya kepada si pengirim. Bapaknya tidak mau anak-anaknya mengkonsumsi hal-hal yang sejatinya haram bagi mereka. Sebuah keyakinan dan ikhtiar seorang bapak untuk melindungi anak-anaknya sebagai imbas profesinya di tanah basah. Sekaligus sebagai contoh untuk anak-anaknya kelak ketika mengemban pekerjaan terjamin kehalalannya rezekinya. Bapaknya berpesan dari suatu hadits berbunyi :

Dari Abu Abdullah, Nu’man bin Basyir ra, ia berkata, “Aku mendengar Rasululloh SAW bersabda,’Sesungguhnya yang halal itu jelas dan sesungguhnya yang haram juga jelas, dan di antara keduanya ada perkara-perkara syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui (status hukumnya) oleh kebanyakan orang. Barang siapa berhati-hati dalam perkara-perkara syubhat maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatan dirinya. Dan barangsiapa yang terjerumus dalam perkara-perkara syubhat maka dikhawatirkan ia terjerumus dalam perkara yang haram, sebagaimana seorang penggembala  yang menggembala di sekitar daerah larangan maka dikhawatirkan hewan gembalaannya akan masuk merumput di dalam daerah larangan tersebut. Ketahuilah seseungguhnya setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah hal-hal yang di haramkan. Ketahuilah sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging yang apabila ia baik maka baik pula seluruh anggota tubuh lainnya, dan apabila ia jelek maka jelek pula seluruh anggota tubuh lainnya. Ketahuilah sesungguhnya daging tersebut adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim).

              ***

Upaya yang dilakukan bapaknya membuahkan hasil. Contohnya bapak yang berbicara di hadapan saya ini. Ketiga gelar yang ia dapatkan ia peroleh dari mengenyam pendidikan di Jerman. Sekarang ia bekerja di instansi dinas milik pemerintah di Jakarta. Ia pun juga memimpin keluarga kecilnya sendiri yang mana teladan-teladan baik dari bapaknya ia terapkan pada keluarga tersebut.


So, gimana reader? Mengejar Halal? Mengapa tidak? Meski bersusah payah untuk mendapatkannya Insyaa Allah itu lebih baik. Faktanya dengan memperhatikan kehalalan yang kita konsumsi baik zatnya, cara mengelolanya, bahkan cara memperolehnya jelas memberikan efek yang besar bagi kehidupan kita. Pengaruh terbesarnya bagi hati hati kita. Karena hati akan mempengaruhi segala perilaku yang tercermin dalam kehidupan kita. Saatnya sekarang bagi kamu pilih Halal atau sebaliknya?


Semoga bermanfaat





Stasiun Tugu, 6 Maret 2017 pukul 08.30
        Perjalanan 1,5 jam telah ditempuh KA Prameks dari Solo Balapan-Yogyakarta. Membawa orang-orang yang mempunyai segudang tujuan untuk menuju Kota Budaya itu. Diantaranya tiga insan perempuan yang jauh-jauh dari Kota Solo. Karena tujuan yang berbeda kamipun berpisah dan stasiun ini menjadi saksinya #ecieh. Satu orang ke arah Barat dan dua orang ke arah Timur. Hati-hati ibu, kami doakan dirimu sehat selalu dan kami tunggu Hari Jumat di rumah.

           Perjalanan dua orang cewek-cewek pun dimulai. Kami langsung menuju halte Trans Jogja karena pukul 10.00 sudah. Telah habis waktu kami menunggu pemesanan tiket KA Prameks untuk pulang. Tak apa daripada tak bisa pulang. Di halte ini kami menunggu bus 1A menuju Taman Pintar.


Alhasil Taman Pintar kalau Hari Senin tutup coy. Hanya dapat foto ini nih. Nggak papa yang penting sudah mengunjungi Taman Pintar. 
Bingung mau jalan kemana lagi. 

Foto dulu ah. Akur banget dah kalau pas foto.
Setelah jalan beberapa meter, aku dan adikku menemukan Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Setelah kemaren aku menginjakan kaki di Titik Nol Kilometer Sabah, hehehe.
fotone azmi
Awan kelabu menghiasi kota ini. Namun matahari menyengat disela-sela kerumunan awan tersebut. Panas dan gerah. Kami sedikit mempercepat langkah kami daaannn tempat yang tidak akan kunjungi kami kunjungi juga. 
Weeeladah, mung isoh foto nang ngarep thog-hanya bisa foto didepan saja alias tutup. Lagi-lagi kami dikecewakan. Walaupun sudah pernah kesini sih. Benteng ini bukanya Hari Selasa-Minggu. Baru tau aku. Sebagai pelajaran kalau mau kemana-mana kuasai medannya paling tidak kuasai informasinya. Tak apa niatnya kan jalan-jalan. Demi mengisi liburan adik, kurang apa coba.

Dapat ini. Gembok cinta. Ala-ala luar negeri gitu.

              Terik matahari tak mengurangi semangat kami untuk menuju Taman Sari. Adikku belum pernah samsek kesana. Dan aku sebagai petunjuk jalan lupa jalan menuju kesana. Awalnya sok-sokan cari jalan, eh, tidak yakin. Tanya orang. Balik lagi ke Nol Kilometer. Padahal kami tadi sudah jelas tanda Taman Sari menuju Selatan. Wkwkwk. Kamipun menurut panah yang menunjukkan 1,5 km saja ke taman sari. Dekat kok.

           Untuk menuju Taman Sari, kami berjalan menuju arah Kraton Yogyakarta. Kami menemukan Museum Sonobudaya. Kemudian melewati alun-alun Utara dan selanjutnya Museum Kereta. Setelah perjalanan sekian menit


Wuaaadem. Sejuk sekali ini tempat. langsung sirna rasa panas tadi. Akhirnya sampai juga di kawasan Taman Sari. Wushh...gaskan!

Aksyen dulu habis kepanasan



Tempat tersebut namanya Pulo Kenanga yang mana bangunan ini merupakan bangunan tertinggi dibandingkan bangunan sekitarnya. Gedong itu berfungsi sebagai tempat peristirahatan dan beberapa kegiatan seni. 


              
             Lanjuuut....setelah melewati lorong bawah tanah dan menyusuri anak tangga sampailah kami di Gedong Gapura Panggung. Disinilah wisatawan membayar tiket seharga Rp 5.000,- sebelum masuk ke dalam. Bagi wisatawan yang membawa kamera dikenai biaya tambahan sebesar Rp 2.000,-.  Setelah melewati gapura kami melewati Gedong Lopak-Lopak dan taraa...Pasiraman Umbul Binangun. 


Tak lupa aku kirimkan salam untuk mereka yang sedang berjuang menuntut ilmu di negeri orang. Semoga kalian bisa kembali ke Indonesia dan menuntut ilmu di Indonesia.😊😊😊
                Tujuan selanjutnya yaitu Sumur Gumuling. Tempatnya terpisah dari kawasan umbul tadi. Menuju ke TKP kami melewati Kampung Cyber. 

Kurang lebih 10 menit sampailah kami di Sumur Gumuling yang mana dulunya digunakan untuk tempat beribadah atau religius. 
Buruan sudah banyak yang antri untuk foto maupun lewat 
                Setelah lelah kaki kami berjalan dan mendung berarti tak hujan kami memutuskan menyudahi perjalanan di Taman Sari. Karena kaki sudah cenat cenut berjalan dari Taman Pintar hingga Taman Sari becak andalan kami untuk kembali ke Malioboro. Di sekitaran Taman Sari banyak sekali becak. Tanyalah dulu sebelum kamu memulai perjalanan dengan becak, alhasil Rp 20.000,- untuk dua orang.




               Gerimis dan mendung menambah syahdu perut yang sudah mulai keroncongan. Aku dan adikku menjatuhkan pilihan untuk makan di Pasar. Tidak afdol kalau ke Jogja tidak makan gudheg. Tidak hanya gudheg saja lhooo dan jangan khawatir soal harga sudah terpampang jelas tinggal pilih menu yang cocok di perut dan di kantong. Setelah tenaga terisi saatnya keliling pasar. 


Teringat tempat dimana seseorang pernah membawaku pergi kesana. Aku mencoba mengingat-ingat tempat tersebut dan yakin tempat tersebut di belakang Pasar Beringharjo.
Cihuyyy...ketemu. Disini tempat jual aksesoris. Disini pula kamu dapat merangkai sendiri apa yang kamu inginkan. Eh, kok banyak orang  lanjut usia sedang apa tuh? Nah, bagi kamu yang ingin belajar membuat kreasi sendiri dapat belajar disini. Ada pemandunya juga. Penasaran kan? Langsung saja datangi tokonya di Lor Pasar Beringharjo No.57.


                Saatnya pulang, abang masinis sudah menunggu kami untuk diantarkan pulang #hauah ke stasiun Solo Balapan. Kamu kapan ngantar pulang. Fokus ke tas coklat aja jangan mbaknya yang itu tuh, hehehe.

                    Sudah sudah saatnya pulang. Jogja selalu memberikan kesan tersendiri bagiku bahkan rasa yang ada. Rasa kaitannya dengan hati. Dan hati urusannya dengan sang pencipta. Tentu saja untuk melewati satu fragmen ke fragmen selanjutnya tidak bisa sama. Pemerannya pun sudah beda. So, nikmati dan keep smile. Selalu ambil yang baik buang hal yang buruk. Guee bisa akur sama adikku šŸ˜‚. 

Salam Manis
                    




Haiii Traveller’s, coba tebak dimana saya sekarang? Apa? Menara Pissa? Ciuss? Ini masih di Indonesia Lhoo…tuh kan pesona Indonesia itu nggak kalah sama negara lain. Masih penasaran ya ini dimana. Simak terus perjalanan saya yak!

Pantai Baron yang termasuk di Daerah Istimewa Yogyakarta salah satu destinasi wisata saya dan keluarga. Pantai yang tersohor dengan memiliki dua jenis air. Tentu saja air asin dan air tawar  yang memiliki tempat masing-masing. Keduanya bagai kolam milik pribadi. Anak-anak yang takut berenang di pantai dapat menyewa ban ukuran besar seharga Rp 10000,00. Pada bagian air tawar menawarkan arus  yang tidak terlalu besar sehingga dapat berenang dengan aman dan mengasyikan.
               
Sedangkan saya agak malas keceh ke pantai. Karena saya tertarik dengan sesuatu di atas bukit, menjulang tinggi, dan bewarna putih. Baru pertama kali melihatnya meskipun beberapa kali pernah bertandang kemari. Saya coba iseng bertanya ke orang tempat persewaan tikar.
                
“Pak, itu yang di atas menara apa? Boleh ke sana?

“Boleh mbak, menara pantau. Masuk ke sana harganya 25 ribu”. Saya begitu kaget mendengarnya. Akan tetapi saya tetap nekat karena penasaran. Tidak ada anggota keluarga yang ikut dengan saya. Semuanya memilih bermain air. Berbekal topi, sebotol air, dan tak lupa kamera saya menjejakan kaki menembus hamparan pasir kecoklatan ini. Menuju bukit dimana menara yang gagah berdiri nun jauh disana.

Angin berhembus dengan kencang  membuat semua yang dilewatinya ikut bergoyang. Tak luput tapakan tangga kayu yang salah satu pengait lepas sesekali bergetar. Tangga ini satu-satunya akses untuk menuju ke bukit.  Eits, jangan lupa membayar retribusi yang diadakan oleh karangtaruna setempat sebesar Rp 2000,00. Setelah itu jalanan terjal pun menyambut, berkelok, dan menanjak. Ada yang panas ada yang sejuk. Ada yang sendirian ada yang berduaan. Duuh, baper. Kebanyakan yang di bukit ini tidak sendirian seperti saya.

Dari bukit ini kalian dapat melihat jeladri yang membentang yaitu  samudra Indonesia. Terik matahari dan nafas yang tersengal-sengal tidak menyurutkan tekad untuk naik ke atas sana. Untuk melepas sejenak rasa lelah, di tepian jalan ini terdapat warung-warung kecil. Lumayan lah sambil ngopi-ngopi lihat pemandangangan yang belum tentu dijumpai di tempat lain.

Naik-naik bukit sekitar 20 menit dan keringat bercucuran segrontol-grontol. Kaki menara dengan gagah menyambut dengan hangat. Fiuuh…akhirnya kutemukan namanya Menara Suar Tanjung Baron. Sambil melepas haus saya melihat sekeliling ternyata dibalik menara yang menarik perhatianku terdapat menara lama. Kondisi yang sudah berkarat namun masih sama kokohnya dengan menara baru dibuat akhir tahun 2014 itu.
Menara Suar Tanjung Baron


Rasa penasaran terus menggelayutiku saya putuskan untuk segera masuk kedalam. Pengunjung menara ini hanya dikenai biaya masuk Rp 5000,00 tidak semahal yang dikatakan bapak tadi. Mungkin saya salah dengar, hehe. Oh iya, bagi kalian yang seolah-olah pengen jadi penjaga menara  terdapat pula persewaan teropong, cukup dengan harga Rp 10000,00. Begitu masuk banyak orang yang hendak naik ke atas namun tidak kunjung naik usut punya usut kita harus bergantian dan diutamakan pengunjung yang turun. 
Menara suar lama


Tangga berulir terbuat dari besi. Sedikit horror mendengar tapak kaki saya sendiri. Bagaimana tidak? Korosi nampak dibeberapa bagian tempat ini. Butuh tenaga dan keberanian untuk mencapai puncak menara ini. Tulisan pada dinding menunjukkan lantai 8 dan tinggal satu tangga  lagi untuk mencapai puncak. Seumur-umur baru kali ini naik tangga yang berdiri secara tegak lurus dengan lantai. Tangan mulai berkeringat pelan-pelan untuk mencapai puncak tertingi.

Saya berhenti seketika di tengah-tengah. Melihat ke bawah bulukuduku bergidik akibat botol minumku terlepas dari kantongku dan terjun bebas. Mas-mas dengan sigap menangkapnya. Sesampai diujung tangga ini aku bersusah payah untuk naik menuju tempat yang aman serta menunggu orang baik yang membawakan botolku. Angin bertiup sangat kencang di sini. Alhasil terbayar sudah perjalanan dari pantai hingga menara setinggi 40 meter ini. Sungguh indah pemandangan dari ketinggian dan sudut pandang yang berbeda. Salut pula dengan para penjaga menara yang tinggal disini. Menjaga Indonesia dari ancaman luar dan  bukti cinta mereka kepada Indonesia. Menara suar Tanjung Baron satu dari mensu yang berada di perairan laut selatan sekaligus saksi bisu penjaga kedaulatan laut Indonesia.

So, buat kalian yang kesini nggak melulu mainan air. Kalian bisa berkunjung ke menara ini. Apabila kalian pengen sensasi baru juga dapat menyewa jeep yang berada di parkiran. Terus, bisa juga naik perahu ke pantai lain. Nggak mau ngluarin duit dapat juga selfie deket tebing yang sedikit menjorok ke laut. Tetep hati-hati dan keselamatan yang utama ya gaeess…!


Pantai Baron dari puncak menara suar

Rumah penjaga mensu dan terparkir sebuah mobil jeep.

Jalanan menembus rerumputan hijau
Jam matahari raksasa yang berada di Baron Techno Park. Di tempat tersebut sedang dilakukan riset tentang energi yang terbarukan.

Perjalanan ini membuat saya ingin menjelajahi menara suar lain di Indonesia. Saya berharap mendapat tiket pesawat gratis dari AirPaz.com saya akan menjelajahi Menara Suar Gunung Wenang di Manado. Untuk menuju kesana saya akan terbang menggunakan maskapai Lion Air.

Tunggu saya menara suar Gunung Wenang!!! Aku Cinta Indonesia. See you…!!!


All About Feel

Hari ini  masih hujan, hujan rintik-rintik dan angin yang berhembus dingin. Sejak kemarin siang hujan terus mengguyur entah titik-titik besar maupun titik-titik kecil sesekali terdengar pula suara guntur dan kilatan cahaya. Tak dapat dipungkiri bahwa bulan ini ialah bulan Januari. Sesuai julukan yang beredar dimasyarakat Januari berarti hujan sehari-hari. 

Kata nenek sebagian orang Chinese bergembira atas hal ini yang katanya turunnya hujan di hari Imlek akan membawa keberkahan sepanjang tahun. Bagiku juga bergembira karena hari ini libur mencuci baju hehehe…bebas. Akhirnya, bisa nulis lagi. The power of kepepet. Nggak ada kerjaan liburan kayag gini. Tapi it’s OK. Rasakan, resapi, dan nikmati aja.

Langit masih tetap sama, keabu-abuan mendung menyelimuti. Biasanya pukul 09.30 matahari sangat menyengat dan menguapkan air sedikit demi sedikit tanpa kita sadari. Suasana mendung, sepi, dan lengang membuatku enggan untuk beraktivitas. Teringat suasana saat meletusnya gunung Kelud di Jawa Timur yang menyemburkan debu vulkanik hingga ke Solo, Jawa Tengah. 

Saat ini aktivitas normal. Orang hilir mudik menggunakan payung atau mantelnya. Bersemangat untuk berjualan bahkan untuk membeli bahan makanan. Rela mengayuh sepeda anginnya di bawah rintik hujan untuk memenuhi kewajibannya mencari nafkah yanga halal dan barokah. Berbeda saat terjadi letusan aktivitas lumpuh. Sesekali orang keluar karena keadaan mendesak. Menggunakan alat seadanya untuk melindungi diri dari terpaan hujan debu vulkanik. Jalan-jalan lengang. Mereka memilih berdiam diri di dalam rumah. Begitulah sang pencipta menciptakan  suasana yang berbeda setiap detiknya. Very nice!

Fiuh…meluber kemana-mana ceritanya. Penasaran ya saya intinya mau nulis apa. Saya juga sedikit bingung. Yang nulis aja bingung apalagi yang baca, tambah bingung. Eh, kayag Ki dalang yang di salah satu acara TV.  

Pengen kasih semangat untuk teman-teman yang tersebar di seluruh pelosok negeri. Eh, lagi-lagi kaya didrama-drama asia itu. SEMANGAT –sambil mengepalkan tangan dan menyeringai hehehe. Semangat terus pokoknya dah. Jangan menyerah dengan keadaan kalian sekarang. Terus jaga semangatnya yang baru merintis usahanya secara online maupun offline. Buat yang baru gencar-gencarnya menulis, di tumblr, blog, catatan Facebook bahkan status di BBM teruslah menginspirasi bagi pembacanya. Semangat pula yang lagi KP (Kuliah Praktek), magang, dan mempersiapkan KKN (Kuliah Kerja Nyata) semoga itu menjadi pembelajaran buat kalian supaya lebih baik lagi, bukan hanya sekedar bersenang-senang dan upload foto sebagai ajang narsis. 

Buat yang sudah kerja baik-baik di tempat kerjaannya. Berusahalah jadi orang jujur Boss. Buat yang ngurusin organisasi juga terus jaga semangatnya ingat tubuh kalian juga butuh diperhatiin lhoo…makan makanan yang bergizi dan jangan lupa olahraga. Semangat juga yang lagi sibuk ngurusin kuliah, ingat semester tua book segera lulus dengan membanggakan dan terakhir semangat juga yang ngurusin anak orang #eh #siapa ya?

Pokoknya ya pokoknya. Semangat berkarya dan terus menginspirasi dimanapun kalian berada. Entah di Timur, Selatan, ah dimana aja sesuai arah mata angin hehehe. Pesan aku satu Bismillah –Dengan menyebut nama Allah. Insyaa Allah, Allah akan membukakan jalan untuk kalian. Oh ya aku pernah dapat postingan dari Instagram. Mungkin udah pernah dapet kali ya. Ada do’a yang bagus untuk kita panjatkan di pagi hari saat akan memulai aktivitas kita. Kurang lebih begini.

“Allahumma inni As-aluka ‘ilman nafi’an, wa rizqan toyyiba, wa ‘amalan mutoqoballa”

Yang artinya, Ya Allah sesungguhnya aku mohon kepada Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang halal, dan amal yang diterima. (HR Ibnu Majah).

Dari artinya clesss…ngena di hati, ilmu yang bermanfaat, rezeki yang halal, dan amal yang diterima. Bener juga sekaligus tamparan keras buat penulis. Pernahkah memikirkan sejenak ketiga hal tersebut?

So, hidup hanya sekali dan hiasilah tiap episode kehidupan kalian dengan hal yang bermanfaat. Karena hari esok adalah misteri, hari ini kenyataan, dan hari kemarin ialah kenangan. Salam.
Mendung pagi ini
030216



7 Oktober 2015

Empat tahun sudah kita bersama. Sebenarnya saya lupa tanggal dimana kita dilantik. Jahat bukan? Saya tidak seromantis orang-orang disana yang suka mengingat moment secara detail, jam, menit hingga detiknya.

7 Oktober 2011, Hari Jumat #nyontekElsita
Saat itu ber-21 kita dilantik, 21 orang yang mempunyai tekad memajukan pramuka Smara. Tujuan nyatanya memakmurkan sanggar supaya tetap ramai. Seperti “Laskar Pelangi” di Pulai Belitong yang tidak mau sekolahnya di bongkar. Dari sanggar itulah kita menjuluki diri kita masing-masing sebagai “ Sang Pemimpi”.

Satu periode sudah kita dalam lingkup organisasi terstruktur. Kemudian kita fokus terhadap mimpi-mimpi yang telah lama dirancang. Secara alamiah, kita jarang bertemu dan menciptakan momen-momen bersama. Namun pesona kalian tidak pudar dalam perasaan ini seperti Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburahman. Ah sungguh! Pesona kalian tidak pudar. Banyak cahaya yang menyinari kalian. Entah dari dalam maupun luar diri kalian. Ketika cahaya satu redup ada cahaya lagi yang mengimbangi kalian. Tidak hanya 99 cahaya seperti novel karangan Hanum dan Rangga. Namun lebih untuk kalian yang kusebut Sahabat.

Ketika buku laporan biru itu dikembalikan, tandanya kita akan berjalan di jalan masing-masing. Menyongsong kehidupan apa yang kalian harapkan selama ini. Bangku kuliah! Banyak kesibukan yang akan kalian tempuh nantinya. Ya! Karena kalian dibutuhkan disana. Kontribusi kalian ditunggu bahkan dielu-elukan untuk membangun peradaban negara ini menuju Indonesia Emas. Rasanya kita seperti dipisah secara paksa. seperti Bulan Terbelah Di Langit Amerika. Namun aku tak akan pernah membenci suatu takdir. Seperti Daun Yang Jatuh Tidak Pernah Membenci Angin.

Hmm…konyol sekali tulisan singkat ini. Aku tak pandai merangkai kata. Aku tak pandai untuk mengungkapkan sesuatu dengan bahasa yang unik. Namun Tetap Saja Kusebut (Dia) Cinta. Bagaimanapun, sejelek apapun tulisan, maupun ungkapan Tetap Saja Kusebut (Dia) Cinta. Seburuk apapun sikapnya, sekeras apapun perlakuannya, seaneh apapun sifatnya, Tetap Saja Kusebut (Dia) Cinta.

Empat tahun sudah kita bersama. Menjalani dalam perbedaan ruang dan waktu. Lagi-lagi rasanya jauh di mata dekat di hati. Mungkin kalian memberontak dan ada rasa sedikit tidak nyaman dengan DA12. Persahabatan konyol, apalah, norak, dan apapun sebutannya. Namun, perlu diingat bahwa kita adalah satu saudara, saudara muslim. Tetaplah berjuang! Teruskan apa yang sedang kalian kerjakan! Fokuslah! Terjanglah hambatan dan rintangan dihadapan kalian! Jangan seperti siput namun jadilah kaki seribu!

Kutunggu jejak-jejak bersama kalian. Tidak hanya altitude 3676 namun altitude altitude yang lain. Terus berjuang terus menebar manfaat. Salam Pramuka!

#DA12
Dari kota kita mulai bertemu

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Tentangku

Foto saya
Amiamia
Halo! Aku Ami seorang narablog dan penulis 3 buku antologi. Blog ini seputar review buku, kuliner, review produk UMKM, dan lifestyle. Khusus traveling aku abadikan di blog Amiamia's Journey, ya. Happy reading!
Lihat profil lengkapku

FOLLOW ME

  • Instagram: @_amiamia
  • Twitter: @amiamiahome
  • Amiamia's Journey

Entri yang Diunggulkan

Selembar Moment

Buku yang sudah dibaca di Tahun 2022

  • Aku Takut KehilanganMu - Maman Suherman
  • Ngeblog Dari Nol - Widyanti, dkk (IIDN)
  • Bekisar Merah - Ahmad Tohari
  • Api Tauhid - Habiburrahman El Shirazy

Arsip Blog

  • ▼  2022 (6)
    • ▼  Juni (1)
      • Ternyata Gini Peluang Ngeblog Bareng Komunitas IIDN
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (4)
    • ►  Desember (2)
    • ►  April (2)
  • ►  2017 (1)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2016 (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2015 (6)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2013 (1)
    • ►  November (1)

Label

  • Lomba blog
  • Opini
  • Review

Silaturahim Yuk

Nama

Email *

Pesan *

Total Tayangan Halaman

Tentang Penulis

Foto saya
Amiamia
Halo! Aku Ami seorang narablog dan penulis 3 buku antologi. Blog ini seputar review buku, kuliner, review produk UMKM, dan lifestyle. Khusus traveling aku abadikan di blog Amiamia's Journey, ya. Happy reading!
Lihat profil lengkapku

Advertisement

Copyright © 2016 Catatan Amiamia. Created by OddThemes