Catatan Amiamia

Berbagi cerita dan rasa untuk aku darimu

Diberdayakan oleh Blogger.
  • Beranda
  • About
  • Lomba
  • Review
  • Opini

Jamu…jamu…jamu…

Siapa yang sampai sekarang masih minum jamu? Cung angkat tangan!

amiamia-home-jamu-review


Dari kecil aku sudah dikenalkan minum jamu, tapi jamu yang rasanya manis, seperti gula asem dan beras kencur. Untungnya aku enggak kebagian jamu cekok.

Iya, jamu cekok. Jamu yang digunakan untuk meningkatkan nafsu makan. Seingatku jamu cekok warnanya cenderung hijau. Kalau adik susah makan dan orang tua sudah buntu dengan beragam cara agar adik mau makan jamu cekok menjadi andalan.

Saat memasuki remaja, terlebih memasuki masa haid, aku dikenalkan dengan jamu kunir asem. Aku sering minum jamu kunir asem pasca haid atau mulai ada jerawat yang datang tanpa diundang di wajah.

 

Jamu dari masa ke masa hingga Jamu Tak Jemu

Zaman dahulu jamu dijajakan dengan digendong. Penjual jamu menggunakan pakaian jawa dan rambut disanggul. Botol-botol jamu yang sudah dimasukkan ke dalam tenggok lalu digendong menggunakan selendang. Tak lupa tangan mbok jamu membawa ember kecil berisi air dan talenan kecil sebagai tatakan gelas.

Seiring berjalannya waktu, penjual jamu menggunakan gerobak untuk menjemput calon pembeli. Semakin ke sini kemasan jamu makin berinovasi yaitu menggunakan botol kemasan kekinian seperti produk Jamu Tak Jemu. Menurutku konsepnya bagus, sebagai salah satu cara mengenalkan jamu ke remaja. Apalagi jamu sebagai warisan budaya Indonesia, lho. Biar enggak kalah sama boba, thai tea, dan minuman kekinian yang lain.

 

Pertama kali mengenal Jamu Tak Jemu

Berawal dari postingan teman yang sedang trial membuat jamu. Lalu, aku tertarik mencobanya. Eh, sama Nok Jamu malah dikasih cuma-cuma. Pertama kali yang dirilis varian kujae, yaitu kunyit, jahe, dan sereh. Rasa rempahnya kerasa semua dan kental. Hangat di badan. Cocok banget untuk meningkatkan stamina saat pandemi seperti ini.

Tak lama berselang, rilis lagi varian gula asem, kunir asem, dan beras kencur. Semuanya rasanya enak. Jamu favoritku di Jamu Tak Jemu yaitu gula asem dan kunir asem. Gula asemnya bener-bener nyegerin apalagi saat dingin. Kunir asem dengan ending agak pahit dan kental ini, berhasil membawaku untuk bernostalgia dengan jamu gendong dekat rumah yang kental dan enak.

beras-kencur-gulas-kujae-amiamia-home


Selain jamu yang kental, ciri khas dari Jamu Tak Jemu yaitu menggunakan gula jawa. Sempat wawancara dengan Nok Jamu -pemilik dan produsen Jamu Tak Jemu- ternyata gula jawa yang digunakan enggak sembarangan.

“Kami cocok memakai gula jawa asal Purworejo, Wates, dan Kebumen karena warnanya cerah dan asli. Sedangkan kebanyakan yang dijual di pasaran ada campuran gula pasir dan warnanya gelap.”

Pantas saja rasanya beda gitu dan enggak serek di tenggorokan.

Jamu Tak Jemu bisa tahan beberapa hari di lemari pendingin, lho. Kunir asem dan gula asem, kalau belum dibuka dan disimpan di kulkas terus dapat bertahan dua minggu. Varian kujae, sekitar 4 harian di kulkas dalam keadaan tertutup. Sedangkan beras kencur ketahanannya lebih singkat dibanding tiga varian yang lain. Solusinya jika ingin stok banyak dimasukkan ke dalam freezer. Lebih bagus lagi kalau di kemasan jamu ditulis tanggal kadaluarsanya, jaga-jaga kalau lupa, hehe.

 

Produksi jamu higienis menjadi kunci agar aman dikonsumsi

Hasil seluncur di internet, Ditjen Farmalkes melalui Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian melakukan Sosialisasi Penggunaan Jamu yang Aman, Bermutu, dan Bermanfaat. Sosialisasi menekankan bahwa

“Pelaku Usaha Jamu Gendong (UJG) dan Usaha Jamu Racikan (UJR) maupun masyarakat adalah bagaimana penggunaan jamu agar dapat memenuhi persyaratan kesehatan, yang aman dikonsumsi, terutama dalam aspek kebersihan (higienis dan sanitasi) dalam pembuatan jamu".

Produksi Jamu Tak Jemu diproduksi tiap hari Senin, Rabu, dan Jumat. Saat konsumsi jamu ini aku merasa percaya dan aman karena yang memproduksi mahasiswa jurusan Ilmu Teknologi Pangan (ITP). Insyaa Allah, lebih paham tentang kebersihan produksi makanan dan minuman. Insyaa Allah, sejalan dengan instruksi Ditjen Farmalkes.

Aku juga mengulik tentang kehigienisan Jamu Tak Jamu langsung kepada Nok Jamu. Ternyata sebelum pengolahan prosesnya cukup panjang.

Pertama harus memastikan bahan baku rimpang. Adakah yang sudah mulai busuk bagian dalamnya, karena memang tidak terlihat di permukaan. Selanjutnya, dicuci bersih dengan menghilangkan tanah-tanah yang menempel pada rimpang. Tidak cukup sampai disitu, setelah bersih rimpang lanjut dicuci dengan cuka apel sebagai antiseptik alami. Kemudian baru dihancurkan sampai halus.

Dari rasa kepo ini, aku baru tahu kalau proses memasak di Jamu Tak Jemu menggunakan air galon. Mengapa tidak menggunakan air keran? Kata Si Nok Jamu, jamu yang dihasilkan lebih cepat basi ketimbang menggunakan air galon.

Duh, jadi mahal dong jamunya? Tenang jamu botol dengan kemasan 250 ml cukup bayar goceng aja alias lima ribu rupah. Terjangkau, kan?

 

Jamu Tak Jemu peduli lingkungan juga, lho

FYI, saat beli jamu di Jamu Tak jemu kita turut menyayangi bumi. Lhah, kok bisa? Soalnya botol-botol bekas jamu di salurkan ke bank sampah Kreasik.

Eh, botol?

Iya, setelah beli jamu Tak Jemu botolnya jangan langsung dibuang. Dibersihkan dulu, dikeringkan, lalu dikumpulkan sampai 10 botol. Setelah itu, serahkan lagi ke Jamu Tak Jamu untuk ditukar dengan satu botol jamu segar. Botol-botol itulah yang akan diserahkan ke Kreasik untuk diolah. Asyik, bukan?

jamu-tak-jemu-nok-jamu-kreasik


Rasa kepoku masih menggelayuti. Tiba-tiba muncul pertanyaan, apakah prosesnya juga minim sampah? 

“Diusahakan minim sampah. Misalnya bersih-bersih pakai kain lap, bukan tissue. Tetapi, ketika harus pakai sarung tangan plastik, maksimal dipakai untuk produksi sehari itu. Kemudian sarung tangan dicuci dan dipilah.”

Menurutku keren, usaha Jamu Tak Jemu telah memperhatikan aspek 3P, Profit, People, dan Planet. Mencoba minim sampah dari hulu ke hilir.

Spolier-nya udahan, ah. Enggak sabar order Jamu Tak Jemu, kan? Nih, aku kasih kontaknya.

amiamia-home-order-jamu-tak-jemu


Sekian review hari ini semoga bermanfaat. Salam sehat untuk Teman Ami dimanapun berada. 


Sumber:

https://farmalkes.kemkes.go.id/2021/12/sosialisasi-penggunaan-jamu-yang-aman-bermutu-dan-bermanfaat-2/

Halo Teman Ami! Januari sudah di penghujung bulan saja, ya. Apa kabar resolusi tahun 2022-nya. Masih jalan atau sudah berhenti untuk mewujudkannya? Atau jangan-jangan sudah ada yang terwujud. Terbaik!

Ngomongin resolusi, resolusiku tahun 2022 salah satunya lebih serius tentang ngeblog. Yang pengen aku seriusin, ya, tentu menulis kontennya. Aku akui selama ini semangat ngeblog masih on off terus. Buktinya blog Catatan Amiamia, ngeblog dari tahun 2013-2018 konten blognya gado-gado dan banyak bolongnya. Sedangkan blog Amiamia’s Journey, yang dimulai sejak 2019 tak jauh beda nasibnya dari blog sebelumya, tapi sudah fokus dengan niche traveling.



 Iya enggak?

Oke, baikah. Supaya resolusi tidak hanya angin belaka, mengikui webinar tentang blogging adalah salah satu caranya. Selain itu, aku juga membeli buku Ngeblog dari Nol karya Ibu-Ibu Doyan Nulis. Buku terbitan Wonderland Publisher ini ditulis oleh tiga penulis kece yaitu, Mbak Widyanti Yuliandari, Mbak Alfa Kurnia, dan Mbak Nunu Amir.

Dulu aku ikut acara grand launching Ngeblog Dari Nol di Blogging for Fun, Money & Opportunity bulan Oktober tahun lalu. Bener-bener mupeng alias muka pengen. Yaudah dimasukkin dulu ke wishlist buku yang pengin dibeli. Alhamdulillah Januari 2022 terpinang juga buku Ngeblog Dari Nol.

Siapkan posisi yang paling enak dan sebotol air putih. Saatnya menikmati lembaran demi lembaran buku bersampul dominan putih ini.

 


Lembaran pertama disambut dengan identitas buku seperti buku-buku umumnya. Sedikit kaget karena ekspektasiku terlalu tinggi. Aku kira buku dicetak dengan bahan book paper ternyata kertas HVS-lah yang menjadi penyajinya. It’s okay, insyaa Allah tidak mengurangi substansi ilmu yang ditorehkan para penulis di buku ini.

Lembar berikutnya disambut dengan halaman berwarna. Halaman itu tertulis untuk siapa buku ini dipersembahkan. Alangkah lebih senangnya jika bisa kutemukan halaman berwarna lain di antara 181 halaman.

Buku ini menurutku sudah bisa mencukupi kebutuhan bloger pemula supaya makin percaya diri terjun ke dunia blogging. Bagaimana tidak? Di buku Ngeblog Dari Nol, calon bloger dituntun membuat Blogger dan WordPress dari awal beserta pengenalan fungsi dashbord.

Enggak cuma itu pembaca juga diajak melihat kelebihan dan kekurangan dari masing-masing platform sehingga calon bloger bisa mempertimbangkan sendiri blog mana yang klik dengan mereka. Benar-benar sesuai judulnya Ngeblog Dari Nol.

Apakah orang yang sudah punya blog enggak boleh punya buku ini? Tentu boleh banget, Teman Ami. Menurutku buku ini dapat menjadi pegangan para bloger di kala mencari ide tapi buntu, konsisten mulai luntur, dan kehilangan semangat untuk ngeblog, dll.

 

Angin Segar Buku Ngeblog Dari Nol

Buku Ngeblog Dari Nol membawa angin segar bagi pemula yang ingin ngeblog, tapi bingung memulai dari mana. Ingin tulisannya dibaca orang lain, tapi bingung juga caranya. Dan rentetan masalah lainnya. Yuk! Mari kita hirup bareng-bareng angin segarnya biar enggak pusing.

 Menemukan dan menuliskan konten secara enjoy

Blog pada umumnya adalah tulisan. Terkadang bingung mau nulis apa atau setelah ini mau nulis apalagi. Pernah enggak, sih, buntu seperti itu? Nah, di buku ini bloger diajak menggali apa saja yang bisa ditulis. Salah satu caranya dengan metode pertanyaan pemantik. Dari situ bloger langsung bisa menjawab di titik-titik yang sudah disediakan. Duh, jadi keinget jaman SMP.

Setelah berhasil menemukan topik yang akan ditulis, lanjut diajari menulis kerangka tulisan atau bahasa kerennya outline. Kelar buat outline-nya, bloger dituntun ke langkah selanjutnya yaitu menjabarkan outline menjadi tulisan utuh. Para penulis enggak pelit berbagi tipsnya, jadi menulis terasa enjoy alias tidak terbebani. Apalagi yang belum pernah mengikuti kelas kepenulisan sama sekali.

Cerita bloger dengan berbagai niche dan 77 Inspirasi Topik

Bloger juga manusia. Up and down pasti tentu ada. Di buku ini disajikan cerita-cerita suka duka ngeblog dari tiga penulis utama. Tidak hanya sampai disitu, ada cerita bloger lain juga, lho, salah satunya Almh. Mbak Wijatnika Ika. Dari cerita-cerita tersebut menurutku dapat dijadikan pelecut semangat untuk ngeblog.

Buku Ngeblog Dari Nol juga mengulas gimana caranya menemukan niche pada blog. Tuh, kan, buku ini komplit banget! Pada tiga lembar terakhir juga disajikan 77 inspirasi jenis dan topik tulisan. Jadi enggak ada alasan buat mogok ngeblog karena enggak ada inspirasi.

Terjawab sudah, kegalauan selama blogging

Coba tebak, kegalauanku selama ini apa? Ya, Top Level Domain (TLD). Enggak jarang tawaran menulis mewajibkan blog sudah TLD. Pernah menemukan kelas blogging mensyaratkan blog harus TLD. Aku kan jadi gundah gulana. Ingin pindah ke TLD tapi biaya belum ada. Konten juga masih gini-gini aja. Akhirnya aku menemukan jawabannya. Di buku Ngeblog Dari Nol dibahas lengkap tentang TLD, hosting, serta pendapat beberapa bloger untuk yes or no untuk pindah ke blog berbayar.

Karena sadar diri dan gara-gara kalimat ini, aku putuskan stay dahulu di blog gratisan untuk membangun konsisten.

 




 Buku Ngeblog Dari Nol Enggak Sendirian

Yups, buku Ngeblog Dari Nol satu paket dengan Blog Planner. 

Blog Planner yang bersampul dominan putih juga, berisi rencana bulanan dan mingguan yang akan dilakukan bloger sesuai targetan masing-masing.
"Banyak cerita kegagalan blogging yang disebabkan kelalaian manajemen." - Buku Ngeblog Dari Nol, hal. 85-

Dari kutipan itulah alasan mengapa Blog Planner dihadirkan pula di buku Ngeblog Dari Nol. Seneng rasanya jika belajar sudah paket komplit seperti ini. Oh iya, di Blog Planner enggak hanya rencana bulanan dan mingguan saja, lho, tapi ada rencana blogpost juga.

Jujur aku masih agak bingung untuk mengisi Blog Planner di bagian rencana bulanan dan mingguan. Andaikan ada contohnya, bisa tiru tipis-tipislah, hehe.

Kesimpulan

Menurut aku yang sudah tuntas membaca buku Ngeblog Dari Nol, buku ini sangat cocok untuk bloger pemula karena bahasa yang mudah dipahami, panduan yang runtut sehingga langsung bisa dipraktikkan, informasi yang lengkap, serta contoh-contoh gaya bercerita di blog. Tentu hal ini mudah untuk di ATM: Amati, Tiru, dan Modifikasi oleh bloger pemula.

Teman Ami, sekian dulu review buku Ngeblog Dari Nol, ya. Penasaran kan cerita lengkapnya? Buruan gih dipinang buku Ngeblog Dari Nol supaya tambah semangat ngeblog. Mumpung ada promo. Cus kepoin di Instagram Ibu-Ibu Doyan Nulis. Sampai jumpa dan semoga bermanfaat.

 


 




“Kamu habis lulus mau kemana?”
“Hmm...belum tahu ngalir aja deh”
“Hmm, masa sih enggak punya bayangan mau ngapain gitu?”
“Hmm... masih abu-abu.”

Waduuh ilustrasi di atas kok aku banget yak. Wkwk. Eits, Insyaa Allah udah agak mendingan. Enggak separah yang dulu.

Semoga kamu sudah memiliki pandangan hidup jangka pendek maupun jangka panjang yak. Karena hidup enggak boleh ngalir gitu aja. Harus ada cita-cita atau tujuan yang harus diraih. Aku pernah baca sebuah postingan dari Ustadz Salim A Fillah intinya kurleb seperti ini,

“Kalau jalani hidup ngalir aja seperti air mungkin sudah lupa bahwa sejatinya air itu mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang rendah.”

Nah lho gimana enggak mau kan? Dari tinggi ke rendah.

Makanya dalam hidup harus ada cita-cita. Petuah dari murrobi (guru)ku bahwa cita-cita menghidupkan hati seorang muslim. Jika tak ada cita-cita maka seseorang akan mudah rapuh dan patah dalam menjalani hidup. Mengapa? Sebab ia bergerak tanpa ada yang ia tuju.

Ngeri kan ya?

Yuk pemanasan dulu sebelum ganti kalender. Saatnya pikirkan mimpi besar apa yang hendak diraih. Besar kecil itu relatif lho ya. Enggak boleh samain antara satu dengan yang lain. Yang mimpinya kecil enggak boleh minder dan yang mimpinya besar enggak boleh sombong juga. Kalau udah dipikikan jangan lupa ditulis. Agar setiap saat bisa melihatnya untuk memantik bara semangat sekaligus agar mestakung alias semesta mendukung.

Aku rasa aku perlu menuliskannya di sini. Dalam menuliskan mimpimu terdapat dua hal ini perlu diingat dan dicermati betul. Apa itu? Saat menulis impian harus diiringi rasa khauf (rasa takut) dan raja’ (rasa berharap). Why? Karena kita tidak tahu cita-cita apa yang diridhoi Allah dan kapan Allah meridhoinya. Waspadalah! #bacaversibangnapi Apa yang kita rasa baik belum tentu di hadapan Allah itu juga baik (Qs.Al-Baqarah: 216).

Untuk itu perlu dibubuhkan kalimat  “atau yang terbaik untuk saya” di ujung kalimat impian kita. Contoh, saya harus... di tahun 2019 atau yang terbaik untuk saya. Tujuannya apa? Agar kita tidak stres dengan mimpi yang tak kunjung terwujud. Atau mimpi yang meleset sangat jauh dari harapan. Ujung-ujungnya kecewa dan tak mau memperjuangkannya kembali. Naudzubillah. Lagi-lagi sebagai manusia hanya bisa berencana dan Allah yang akan berperan dalam menentukan apa yang terbaik untuk kita.

Senyumin dulu ah. Karena aku murah senyum #pedebanget

Untukmu dan untukku,
Jangan takut menjadi seorang pemimpi. Pemimpi yang memperjuangkan apa yang telah ia rajut dalam bingkai aksara. Lalu diperjuangkan dengan bumbu cinta dalam menjalaninya. Menulis mimpi dan mewujudkannya salah satu sarana dan ikhtiar agar di hadapan Allah nanti diputarkan film terbaik. Bagaimana kita mengisi detak detik waktu yang telah diberikan oleh Allah dengan hal-hal bermanfaat.   

“Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga RasulNya dan orang-orang mukmin dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Qs. At-Taubah: 105)

Tulisan ini sebagai pengingat penulis. Karena penulis juga sedang belajar merajut mimpi dan memperjuangkannya. Demi menjadi manusia yang lebih baik.

Sudahkah dia dalam hidupmu?

Salam hangat. Tunggu kisah selanjutnya.

Tumpukan potongan flanel


Agenda kelompokku pekan ini ialah bersilaturahim ke Rumah Craft Mal Mel. Di sana kami belajar langsung dari pemiliknya. Kamipun langsung dihadapkan dengan satu jenis kain dengan aneka warna. Memang di tempat ini kain tersebut unggulannya di samping kain katun. Warnanya sungguh ciamik. Membuat pikiran cling seketika setelah berjibaku dengan riuhnya jalan Slamet Riyadi.

Sebelum memulai membuat buket bunganya, ramah tamah dengan pemilik tujuan utama kami ke sini. Pemilik tersebut notabene seorang ibu rumah tangga yang nyambi craft. Ia berpesan kepada kami semua:
“Wanita itu enggak wajib mencari nafkah namun wajib upgrade skill”

Entah kenapa langsung termotivasi mendengar perkataan itu. Kemudian saat kain yang akan diolah berada di hadapanku. Aku membelainya lembut dan aku menyapanya dalam hati

“Hai! Apa kabar dirimu? Lama sudah kita berpisah.”

Kenangan masa lalupun terputar kembali.
***

Pertama kali aku mengenalnya saat temanku membuat sarung laptop sapi yang unyu. Aku kepo dengan kain apa yang dipakainya. Bewarna warni segar di mata. Agak kaku tapi mudah dibentuk. Memiliki tekstur sendiri. Lembut kasar gimana gitu. Bisa menebak kain apakah itu? Yups, ternyata kain flanel namanya. Tak cukup sampai disitu. Aku bertanya dimana ia membelinya, berapa harganya, dan cara menjahitnya.
Bersyukur sekali temanku itu mau menularkan kemampuannya. Ia mau mengajariku yang cengoh akan hal-hal baru dalam hidupku. Dia sabar dan telaten pula. Penasaran siapakah dia? Ia bernama Elsita.

Ia mengajariku pertama kali cara menjahit dengan tusuk festoon. Tidak seketika waktu itu aku langsung bisa mengikutinya, hehe. Butuh berulang kali salah. Bahkan berulang kali bertanya sebab lupa langkah selanjutnya. Waktu itu aku puas-puasin untuk belajar darinya. Meskipun sebenarnya tidak puas karena ilmu yang nyantol alias yang bisa aku lakukan hanya tusuk feston saja.

Beberapa hari kemudian. Sungguh aku lupa bagaimana jalan ceritanya. Tiba-tiba temanku itu memberikan seluruh flanel yang ia miliki. Tak hanya itu jarum, benang, dan dakronnyapun turut merangsek ke dalam tas kresek yang ia berikan kepadaku. Masyaa Allah, rezeki yang tak terduga. Ada rasa sungkan waktu itu untuk menerimanya. Lalu terlontar dari mulutku, "Aku ganti berapa nih El?”

"Sudah. Enggak usah diganti, Mi. Itu buat kamu aja." Jawabnya.

"Beneran nih? Alhamdulillah. Makasih Elsita."

Seneng dong rasanya dikasih yang kita pengenin. Tapi di sisi lain aku sedih mau aku apakan kain-kain unyu ini. Belum ada ide kala itu. Sementara waktu aku diemin begitu saja kain-kain di dalam kardus.

Suatu ketika kebosananpun melanda dengan hebat. Bagaimana tidak? Waktu tunggu selesai Ujian Nasional hingga pengumuman SNMPTN sangatlah luama. Dua bulan kalau tidak salah. Menonton tayang di televisi bosan karena acaranya begitu-begitu saja. Mainan hape juga bosan. Waktu itu hape masih Nokia yang polikrom. Bisanya cuma SMS-an lalu ujung-ujungnya main Nature Park ngalahin skor sendiri.

Kebosanan akut mengingatkanku akan kain flanel waktu itu. Aku bongkar-bongkar seolah mencari mangsa. Flanel mana yang akan aku eksekusi hari ini. Setelah dapat kumulai dengan menggambar pola yang paling mudah yaitu lingkaran sebanyak dua buah. Lalu aku salurkan ilmu tusuk feston dari Elsita tuk rekatkan dua buah lingkaran. Sebelum dijahit penuh aku sumpali dengan awan putih sintetis. Menggembung sudah. Kujahit kembali hingga rapat supaya “awan” tak mencuat ketika dipencet-pendet. Lumayan rapi untuk percobaan pertama dan pemula.

Singkat cerita aku akhirnya memproduksi gantungan kunci karakter. Waktu itu aku membuat karakter doraemon, hello kity, dan angry bird yang lagi hits semirip mungkin. Alhamdulillah tidak hanya berujung di dalam kardus saja. Hasil karyaku aku kemas dan kujual. Sebenarnya menjual itu hanya kegiatan iseng-iseng saja. Gara-gara kedua adikku yang duduk di sekolah dasar waktu itu entah bagaimana caranya mingin-mingini temannya. Kata orang, rezeki enggak boleh ditolak. Aku iya-in aja pesanan itu.

Saat menyelesaikan list pesanan tiba-tiba aku kehabisan stok bahan. Mau enggak mau harus beli di toko yang berada di Jalan Kalilarangan. Karena disitu yang aku tahu.

Pertanyaannya aku akan naik apa kesana?
Kalau mau naik bus dari segi ongkos, waktu, dan tempat pemberhentian sangat tidak efektif. Yang terparkir di teras rumah hanya sepeda onthel. Punyanya sepeda ya naik sepeda.

Rumahku dimana?
Belakang rumah sakit dr Oen Kandangsapi. So sweet bukan? Sungguh the power of niat. Ngos-ngosan, euy. Tak ketinggalan bermandikan sinar matahari yang mulai meninggi. Waktu itu belum ada ojol macam sekarang yang tumbuh bak jamur di musim penghujan. Tinggal klik saja langsung menjemput di depan rumah. Sungguh tiap apa yang diperjuangkan akan menemui kelezatannya masing-masing. Tergantung cara olahnya saja.

Nah, pesanan ganci yang touch in heart banget itu ketika budheku memesan gantungan love ukuran besar. Wew buat siapakah gerangan? Ternyata gantungan kunci itu untuk pacarnya masku. Alhamdulillah sekarang sudah jadi istrinya. Alhamdulillah enggak kaya  cuitan zaman sekarang, “pacarane mbi aku nikahe mbi wong  liyo” nyesek enggak sih? Mending pacarannya setelah nikah aja.

Hehe hanya intermezo netizen. Bersyukur deh budheku mempercayakan sepenuhnya kepadaku. Aku tambah greget untuk mengerjakannya. Tambah pengalaman juga. Senangnya dapat selesai tepat waktu dan langsung meluncur segera ke calon mantunya.  

Sayang, kegiatan ini hanya bertahan di masa kumenunggu pengumuman dan awal-awal masuk kuliah. Kegiatan njlimet semacam itu suka sebenarnya. Apalagi bisa tambah-tambah uang saku. Dengan berat hati aku berpisah dengan flanel. Ada tugas lain yang akan menyita waktuku. Sungguh liburan produktif. Liburan menyenangkan dan mengenyangkan.

***
Begitulah rasanya kalau bersentuhan dengan flanel. Langsung terngiang akan episode kehidupan yang pernah aku jalani. Memang sih belum berjodoh untuk menjadi bisnis yang berkembang dan memiliki omset besar. Namun aku bersyukur ketika dibenturkan dengan hal-hal semacam itu hal baru tentunya, minimal dapat meningkatkan skill. Eits, harus dirawat pula dengan kemauan belajar terus dalam diri juga ya agar menjadi orang yang kapabel di bidang tersebut. Jadi kalau sewaktu-waktu dibutuhkan untuk mencari nafkah, uang jajan, atau membantu orang lain enggak usah mikir terlalu lama. Dan langsung teringat namamu. 

Pesan aku untuk pembaca setia.

“Galilah dan tingkatkan skillmu di luar profesi atau bidangmu. Awali dari apa yang kamu sukai. Lalu belajarlah langsung dari ahlinya sekaligus berlatih. Yakinlah suatu saat ia akan mekar indah di musim yang tepat baik untuk dirimu sendiri atau orang lain.”
Cukup curhatan hari ini. Semoga ada manfaatnya yang bisa diambil untukmu. See you di tulisan berikutnya.

Salam
Amiamia –Pegumpul cahaya yang berserak



Pernah dengar tidak kata orang, “Siapa yang menanam dia akan yang menuai?”

Walaupun kenyataannya tidak semua yang kita tanam kita sendiri yang akan memetiknya. Nggak percaya?

Contohnya begini, kamu menanam biji buah mangga di depan rumah. Lalu, dengan penuh kasih sayang kamu menyiraminya, memupuknya, bahkan menjaganya dari ganasnya ulat-ulat yang gemash. Setelah tumbuh semakin besar dan berbuah, apalagi buahnya lebat. Saya tebak, tidak seluruhnya kamu yang memetiknya. Mungkin saja yang memanen ialah para codot dan ulat yang kelaparan. Atau Jatuh di tangan segerombolan anak yang membawa tongkat pemburu layangan putus.  Bahkan tetangga kamu yang tak sengaja kejatuhan mangga yang ranum.

Wah…wah…wah iya kan? Apakah sepenuhnya kamu yang memetiknya? Yes or No? Sudah, ikhlasin aja. Kalau ikhlas insyaa Allah, Allah akan membalasnya. Bisa di dunia atau ditabung dulu untuk dunia yang abadi kelak.

Alhamdulillaah, Allah mengirimkan orang-orang yang mengingatkan akan hal itu. Melalui percakapan yang tidak sengaja ataupun sebuah nasihat. Hingga aku merasa tersentil dan harus menuliskannya dalam coretan yang mungkin bermanfaat untuk orang lain. Selebihnya untuk catatan pengingatku saja.

Bahwa kebaikan-kebaikan yang kita rasakan saat ini belum tentu buah dari kebaikan yang sudah kita lakukan. Bisa jadi, kebaikan yang kita nikmati dikala senang atau haru bahagia merupakan buah kebaikan dari orangtua kita. Mungkin juga, ketidak baikkan yang kita terima saat ini bisa jadi berasal dari hulu yang sama.

Dan bisa jadi kebaikan maupun keburukan yang telah kita lakukan akan berimbas kepada keluarga kita. Kepada ayah, ibu, adik, maupun keturunan kita.

Bisa instan, secepat membuat mie rebus. Atau dengan lika liku luar biasa baru akan terasa. Manis. Asam.  Pahit. Atau nano-nano.

Tak ruginya mulai berbenah saat ini. Tak ada salahnya pula berusaha menanam biji-biji dengan kualitas baik. Meski harus bersusah payah mengenyahkan biji-biji yang tidak layak tanam berhiaskan peluh keikhlasan. Karena semua akan indah pada waktunya.

Salam



"Coba pak, mungkin bisa dishare ke mahasiswa bagaimana orang tua Anda mendidik sewaktu kecil hingga Anda bisa sampai seperti ini?" pertanyaan pengisi seminar untuk bapak paruh baya. Tidak lain ialah pengisi materi diacara yang sama.

Bapak itu seketika menghentikan tulisannya disebuah buku kecil. Kemudian ia berdeham sambil membenarkan tempat duduknya. Bapak berkacamata itu kemudian angkat bicara.


Diapun berterimakasih kepada pembicara yang memberikan pertanyaannya kepadanya. Bapak berkumis dan berjenggot itu mulai mengkisahkan bagaimana ia sewaktu kecil. Ia besar dan lahir di Provinsi Yogyakarta tepatnya di daerah Bantul. Disanalah ia hidup bersama bapak ibunya dan sebelas saudaranya. Bapaknyalah yang banting tulang untuk menghidupi keluarganya. Sedangkan ibunya bertugas menjaga dan merawat mereka di rumah. Tanpa ada asisten rumah tangga. Rumahnya cukup untuk menampung ke empat belas orang yang tinggal di dalamnya. Alhamdulillah gaji ayahnya juga cukup untuk menghidupi keluarganya. Ia serba kecukupan.


Sembari membenarkan kacamatanya ia pun melanjutkan kisahnya. Bapak sangat protektif apa yang kami makan maupun yang kami pakai. Jika ada kiriman dari orang bertandang ke rumah, semua akan ditanya darimana asal muasal barang tersebut. Pernah ada nasi bungkus yang diantar oleh seseorang ke rumah dan bungkusan tersebut ternyata dari tetangga yang menggelar hajat. Bapak pun tidak melarang kami untuk memakannya bahkan beliau mempersilakan. Namun, jika ada bungkusan karena profesi bapak bapak pun menyuruh kami tidak memakannya bahkan mengembalikannya.


Suatu ketika ada kiriman dipan kayu yang gagah nan apik ke rumah. Kami kira bapak membelinya. Kami pun merasa senang bapak membeli barang tersebut. Sesampainya di rumah bapak pun terheran-heran dengan keberadaan dipan tersebut. Kemudian bapak menanyai kami apakah ibu membelinya? Kami pun menggeleng atas ketidaktahuan kami. Saat ibu keluar dari bilik rumah dan menghampiri bapak. Bapak pun bertanya kembali apakah ibu yang membelinya? Justru ibu berbalik bertanya.


“Bukannya bapak yang membelinya?” kemudian bapak menilisik siapa yang mengirimkannya. Kemudian bapak bertanya siapa penerima dipan ini? Ternyata ibulah yang menerimanya. Kemudian ibu menyodorkan secarik kertas yang ditipkan oleh kurir tersebut. Bapak pun membacanya dan mengingat nama yang tertera dalam lembaran yang bertuliskan tinta tersebut.


Bapak menyuruh kami bersiap-siap untuk mengantar kembali barang mebel tersebut. Terlihat muka bapak yang geram setelah membaca kertas tersebut.

    “Mau dikembalikan kemana ini pak?”

    “Kepada yang punya! Singkatnya.
    “Emang siapa pak yang punya?”

    “Orang yang kemarin kasusnya bapak bebaskan karena tidak bersalah. Bapak tidak suka pemberian semacam ini. Kata dia ucapan terimakasih, tetapi menurut bapak pemberian ini karena profesi bapak. Kasus selesai ya selesai.” Ujarnya

    “Ini pelajaran buat kita semua.” Tambahnya


Bapak yang mengenakan batik senada ini, ternyata bapaknya ialah seorang pengadil disuatu pengadilan negeri agama. Sering kali bapaknya memperoleh kiriman-kiriman semacam itu sebagai tanda terimakasih. Bapaknya pun juga gencar mengembalikannya kepada si pengirim. Bapaknya tidak mau anak-anaknya mengkonsumsi hal-hal yang sejatinya haram bagi mereka. Sebuah keyakinan dan ikhtiar seorang bapak untuk melindungi anak-anaknya sebagai imbas profesinya di tanah basah. Sekaligus sebagai contoh untuk anak-anaknya kelak ketika mengemban pekerjaan terjamin kehalalannya rezekinya. Bapaknya berpesan dari suatu hadits berbunyi :

Dari Abu Abdullah, Nu’man bin Basyir ra, ia berkata, “Aku mendengar Rasululloh SAW bersabda,’Sesungguhnya yang halal itu jelas dan sesungguhnya yang haram juga jelas, dan di antara keduanya ada perkara-perkara syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui (status hukumnya) oleh kebanyakan orang. Barang siapa berhati-hati dalam perkara-perkara syubhat maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatan dirinya. Dan barangsiapa yang terjerumus dalam perkara-perkara syubhat maka dikhawatirkan ia terjerumus dalam perkara yang haram, sebagaimana seorang penggembala  yang menggembala di sekitar daerah larangan maka dikhawatirkan hewan gembalaannya akan masuk merumput di dalam daerah larangan tersebut. Ketahuilah seseungguhnya setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah hal-hal yang di haramkan. Ketahuilah sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging yang apabila ia baik maka baik pula seluruh anggota tubuh lainnya, dan apabila ia jelek maka jelek pula seluruh anggota tubuh lainnya. Ketahuilah sesungguhnya daging tersebut adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim).

              ***

Upaya yang dilakukan bapaknya membuahkan hasil. Contohnya bapak yang berbicara di hadapan saya ini. Ketiga gelar yang ia dapatkan ia peroleh dari mengenyam pendidikan di Jerman. Sekarang ia bekerja di instansi dinas milik pemerintah di Jakarta. Ia pun juga memimpin keluarga kecilnya sendiri yang mana teladan-teladan baik dari bapaknya ia terapkan pada keluarga tersebut.


So, gimana reader? Mengejar Halal? Mengapa tidak? Meski bersusah payah untuk mendapatkannya Insyaa Allah itu lebih baik. Faktanya dengan memperhatikan kehalalan yang kita konsumsi baik zatnya, cara mengelolanya, bahkan cara memperolehnya jelas memberikan efek yang besar bagi kehidupan kita. Pengaruh terbesarnya bagi hati hati kita. Karena hati akan mempengaruhi segala perilaku yang tercermin dalam kehidupan kita. Saatnya sekarang bagi kamu pilih Halal atau sebaliknya?


Semoga bermanfaat





Stasiun Tugu, 6 Maret 2017 pukul 08.30
        Perjalanan 1,5 jam telah ditempuh KA Prameks dari Solo Balapan-Yogyakarta. Membawa orang-orang yang mempunyai segudang tujuan untuk menuju Kota Budaya itu. Diantaranya tiga insan perempuan yang jauh-jauh dari Kota Solo. Karena tujuan yang berbeda kamipun berpisah dan stasiun ini menjadi saksinya #ecieh. Satu orang ke arah Barat dan dua orang ke arah Timur. Hati-hati ibu, kami doakan dirimu sehat selalu dan kami tunggu Hari Jumat di rumah.

           Perjalanan dua orang cewek-cewek pun dimulai. Kami langsung menuju halte Trans Jogja karena pukul 10.00 sudah. Telah habis waktu kami menunggu pemesanan tiket KA Prameks untuk pulang. Tak apa daripada tak bisa pulang. Di halte ini kami menunggu bus 1A menuju Taman Pintar.


Alhasil Taman Pintar kalau Hari Senin tutup coy. Hanya dapat foto ini nih. Nggak papa yang penting sudah mengunjungi Taman Pintar. 
Bingung mau jalan kemana lagi. 

Foto dulu ah. Akur banget dah kalau pas foto.
Setelah jalan beberapa meter, aku dan adikku menemukan Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Setelah kemaren aku menginjakan kaki di Titik Nol Kilometer Sabah, hehehe.
fotone azmi
Awan kelabu menghiasi kota ini. Namun matahari menyengat disela-sela kerumunan awan tersebut. Panas dan gerah. Kami sedikit mempercepat langkah kami daaannn tempat yang tidak akan kunjungi kami kunjungi juga. 
Weeeladah, mung isoh foto nang ngarep thog-hanya bisa foto didepan saja alias tutup. Lagi-lagi kami dikecewakan. Walaupun sudah pernah kesini sih. Benteng ini bukanya Hari Selasa-Minggu. Baru tau aku. Sebagai pelajaran kalau mau kemana-mana kuasai medannya paling tidak kuasai informasinya. Tak apa niatnya kan jalan-jalan. Demi mengisi liburan adik, kurang apa coba.

Dapat ini. Gembok cinta. Ala-ala luar negeri gitu.

              Terik matahari tak mengurangi semangat kami untuk menuju Taman Sari. Adikku belum pernah samsek kesana. Dan aku sebagai petunjuk jalan lupa jalan menuju kesana. Awalnya sok-sokan cari jalan, eh, tidak yakin. Tanya orang. Balik lagi ke Nol Kilometer. Padahal kami tadi sudah jelas tanda Taman Sari menuju Selatan. Wkwkwk. Kamipun menurut panah yang menunjukkan 1,5 km saja ke taman sari. Dekat kok.

           Untuk menuju Taman Sari, kami berjalan menuju arah Kraton Yogyakarta. Kami menemukan Museum Sonobudaya. Kemudian melewati alun-alun Utara dan selanjutnya Museum Kereta. Setelah perjalanan sekian menit


Wuaaadem. Sejuk sekali ini tempat. langsung sirna rasa panas tadi. Akhirnya sampai juga di kawasan Taman Sari. Wushh...gaskan!

Aksyen dulu habis kepanasan



Tempat tersebut namanya Pulo Kenanga yang mana bangunan ini merupakan bangunan tertinggi dibandingkan bangunan sekitarnya. Gedong itu berfungsi sebagai tempat peristirahatan dan beberapa kegiatan seni. 


              
             Lanjuuut....setelah melewati lorong bawah tanah dan menyusuri anak tangga sampailah kami di Gedong Gapura Panggung. Disinilah wisatawan membayar tiket seharga Rp 5.000,- sebelum masuk ke dalam. Bagi wisatawan yang membawa kamera dikenai biaya tambahan sebesar Rp 2.000,-.  Setelah melewati gapura kami melewati Gedong Lopak-Lopak dan taraa...Pasiraman Umbul Binangun. 


Tak lupa aku kirimkan salam untuk mereka yang sedang berjuang menuntut ilmu di negeri orang. Semoga kalian bisa kembali ke Indonesia dan menuntut ilmu di Indonesia.😊😊😊
                Tujuan selanjutnya yaitu Sumur Gumuling. Tempatnya terpisah dari kawasan umbul tadi. Menuju ke TKP kami melewati Kampung Cyber. 

Kurang lebih 10 menit sampailah kami di Sumur Gumuling yang mana dulunya digunakan untuk tempat beribadah atau religius. 
Buruan sudah banyak yang antri untuk foto maupun lewat 
                Setelah lelah kaki kami berjalan dan mendung berarti tak hujan kami memutuskan menyudahi perjalanan di Taman Sari. Karena kaki sudah cenat cenut berjalan dari Taman Pintar hingga Taman Sari becak andalan kami untuk kembali ke Malioboro. Di sekitaran Taman Sari banyak sekali becak. Tanyalah dulu sebelum kamu memulai perjalanan dengan becak, alhasil Rp 20.000,- untuk dua orang.




               Gerimis dan mendung menambah syahdu perut yang sudah mulai keroncongan. Aku dan adikku menjatuhkan pilihan untuk makan di Pasar. Tidak afdol kalau ke Jogja tidak makan gudheg. Tidak hanya gudheg saja lhooo dan jangan khawatir soal harga sudah terpampang jelas tinggal pilih menu yang cocok di perut dan di kantong. Setelah tenaga terisi saatnya keliling pasar. 


Teringat tempat dimana seseorang pernah membawaku pergi kesana. Aku mencoba mengingat-ingat tempat tersebut dan yakin tempat tersebut di belakang Pasar Beringharjo.
Cihuyyy...ketemu. Disini tempat jual aksesoris. Disini pula kamu dapat merangkai sendiri apa yang kamu inginkan. Eh, kok banyak orang  lanjut usia sedang apa tuh? Nah, bagi kamu yang ingin belajar membuat kreasi sendiri dapat belajar disini. Ada pemandunya juga. Penasaran kan? Langsung saja datangi tokonya di Lor Pasar Beringharjo No.57.


                Saatnya pulang, abang masinis sudah menunggu kami untuk diantarkan pulang #hauah ke stasiun Solo Balapan. Kamu kapan ngantar pulang. Fokus ke tas coklat aja jangan mbaknya yang itu tuh, hehehe.

                    Sudah sudah saatnya pulang. Jogja selalu memberikan kesan tersendiri bagiku bahkan rasa yang ada. Rasa kaitannya dengan hati. Dan hati urusannya dengan sang pencipta. Tentu saja untuk melewati satu fragmen ke fragmen selanjutnya tidak bisa sama. Pemerannya pun sudah beda. So, nikmati dan keep smile. Selalu ambil yang baik buang hal yang buruk. Guee bisa akur sama adikku 😂. 

Salam Manis
                    

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Tentangku

Foto saya
Amiamia
Halo! Aku Ami seorang narablog dan penulis 3 buku antologi. Blog ini seputar review buku, kuliner, review produk UMKM, dan lifestyle. Khusus traveling aku abadikan di blog Amiamia's Journey, ya. Happy reading!
Lihat profil lengkapku

FOLLOW ME

  • Instagram: @_amiamia
  • Twitter: @amiamiahome
  • Amiamia's Journey

Entri yang Diunggulkan

Selembar Moment

Buku yang sudah dibaca di Tahun 2022

  • Aku Takut KehilanganMu - Maman Suherman
  • Ngeblog Dari Nol - Widyanti, dkk (IIDN)
  • Bekisar Merah - Ahmad Tohari
  • Api Tauhid - Habiburrahman El Shirazy

Arsip Blog

  • ▼  2022 (6)
    • ▼  Juni (1)
      • Ternyata Gini Peluang Ngeblog Bareng Komunitas IIDN
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (4)
    • ►  Desember (2)
    • ►  April (2)
  • ►  2017 (1)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2016 (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2015 (6)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2013 (1)
    • ►  November (1)

Label

  • Lomba blog
  • Opini
  • Review

Silaturahim Yuk

Nama

Email *

Pesan *

Total Tayangan Halaman

Tentang Penulis

Foto saya
Amiamia
Halo! Aku Ami seorang narablog dan penulis 3 buku antologi. Blog ini seputar review buku, kuliner, review produk UMKM, dan lifestyle. Khusus traveling aku abadikan di blog Amiamia's Journey, ya. Happy reading!
Lihat profil lengkapku

Advertisement

Copyright © 2016 Catatan Amiamia. Created by OddThemes