|
Tumpukan potongan flanel |
Agenda kelompokku pekan ini
ialah bersilaturahim ke Rumah Craft Mal Mel. Di sana kami belajar langsung dari
pemiliknya. Kamipun langsung dihadapkan dengan satu jenis kain dengan aneka
warna. Memang di tempat ini kain tersebut unggulannya di samping kain katun.
Warnanya sungguh ciamik. Membuat pikiran cling seketika setelah berjibaku
dengan riuhnya jalan Slamet Riyadi.
Sebelum memulai membuat buket
bunganya, ramah tamah dengan pemilik tujuan utama kami ke sini. Pemilik
tersebut notabene seorang ibu rumah tangga yang nyambi craft. Ia berpesan
kepada kami semua:
“Wanita itu enggak wajib mencari nafkah
namun wajib upgrade skill”
Entah kenapa langsung
termotivasi mendengar perkataan itu. Kemudian saat kain yang akan diolah berada
di hadapanku. Aku membelainya lembut dan aku menyapanya dalam hati
“Hai! Apa kabar
dirimu? Lama sudah kita berpisah.”
Kenangan masa lalupun
terputar kembali.
***
Pertama kali aku mengenalnya
saat temanku membuat sarung laptop sapi yang unyu. Aku kepo dengan kain apa
yang dipakainya. Bewarna warni segar di mata. Agak
kaku tapi mudah dibentuk. Memiliki tekstur sendiri. Lembut kasar gimana
gitu. Bisa menebak kain apakah itu? Yups, ternyata kain flanel namanya. Tak
cukup sampai disitu. Aku bertanya dimana ia membelinya, berapa harganya, dan cara
menjahitnya.
Bersyukur sekali temanku itu mau menularkan kemampuannya. Ia mau
mengajariku yang cengoh akan hal-hal
baru dalam hidupku. Dia sabar dan telaten pula. Penasaran siapakah dia? Ia bernama Elsita.
Ia mengajariku pertama kali cara menjahit dengan tusuk festoon. Tidak
seketika waktu itu aku langsung bisa mengikutinya, hehe. Butuh berulang kali
salah. Bahkan berulang kali bertanya sebab lupa langkah selanjutnya. Waktu itu
aku puas-puasin untuk belajar darinya. Meskipun sebenarnya tidak puas karena
ilmu yang nyantol alias yang bisa aku lakukan hanya tusuk feston saja.
Beberapa hari kemudian. Sungguh aku lupa bagaimana jalan ceritanya.
Tiba-tiba temanku itu memberikan seluruh flanel yang ia miliki. Tak hanya itu
jarum, benang, dan dakronnyapun turut merangsek ke dalam tas kresek yang ia
berikan kepadaku. Masyaa Allah, rezeki yang tak terduga. Ada rasa sungkan waktu
itu untuk menerimanya. Lalu terlontar dari mulutku, "Aku ganti berapa nih
El?”
"Sudah. Enggak usah diganti, Mi. Itu buat kamu aja."
Jawabnya.
"Beneran nih? Alhamdulillah. Makasih
Elsita."
Seneng dong rasanya dikasih yang kita pengenin. Tapi di sisi lain aku
sedih mau aku apakan kain-kain unyu ini. Belum ada ide kala itu. Sementara
waktu aku diemin begitu saja kain-kain di dalam kardus.
Suatu ketika kebosananpun melanda dengan hebat. Bagaimana tidak? Waktu
tunggu selesai Ujian Nasional hingga pengumuman SNMPTN sangatlah luama. Dua
bulan kalau tidak salah. Menonton tayang di televisi bosan karena acaranya
begitu-begitu saja. Mainan hape juga bosan. Waktu itu hape masih Nokia yang
polikrom. Bisanya cuma SMS-an lalu ujung-ujungnya main Nature Park ngalahin skor sendiri.
Kebosanan akut mengingatkanku akan kain flanel waktu itu. Aku
bongkar-bongkar seolah mencari mangsa. Flanel mana yang akan aku eksekusi hari
ini. Setelah dapat kumulai dengan menggambar pola yang paling mudah yaitu
lingkaran sebanyak dua buah. Lalu aku salurkan ilmu tusuk feston dari Elsita
tuk rekatkan dua buah lingkaran. Sebelum dijahit penuh aku sumpali dengan awan
putih sintetis. Menggembung sudah. Kujahit kembali hingga rapat supaya “awan”
tak mencuat ketika dipencet-pendet. Lumayan rapi untuk percobaan pertama dan
pemula.
Singkat cerita aku akhirnya memproduksi gantungan
kunci karakter. Waktu itu aku membuat karakter doraemon, hello kity, dan angry
bird yang lagi hits semirip mungkin. Alhamdulillah tidak hanya berujung di
dalam kardus saja. Hasil karyaku aku kemas dan kujual. Sebenarnya menjual itu
hanya kegiatan iseng-iseng saja. Gara-gara kedua adikku yang duduk di sekolah
dasar waktu itu entah bagaimana caranya mingin-mingini temannya. Kata orang,
rezeki enggak boleh ditolak. Aku iya-in aja pesanan itu.
Saat menyelesaikan list pesanan tiba-tiba aku
kehabisan stok bahan. Mau enggak mau harus beli di toko yang berada di Jalan
Kalilarangan. Karena disitu yang aku tahu.
Pertanyaannya aku akan naik apa kesana?
Kalau mau naik bus dari segi ongkos, waktu, dan tempat
pemberhentian sangat tidak efektif. Yang terparkir di teras rumah hanya sepeda
onthel. Punyanya sepeda ya naik sepeda.
Rumahku dimana?
Belakang rumah sakit dr Oen Kandangsapi. So sweet bukan? Sungguh the power of niat. Ngos-ngosan, euy. Tak
ketinggalan bermandikan sinar matahari yang mulai meninggi. Waktu itu belum ada
ojol macam sekarang yang tumbuh bak jamur di musim penghujan. Tinggal klik saja
langsung menjemput di depan rumah. Sungguh tiap apa yang diperjuangkan akan menemui kelezatannya
masing-masing. Tergantung cara olahnya saja.
Nah, pesanan ganci yang touch in
heart banget itu ketika budheku memesan gantungan love ukuran besar. Wew
buat siapakah gerangan? Ternyata gantungan kunci itu untuk pacarnya masku.
Alhamdulillah sekarang sudah jadi istrinya. Alhamdulillah enggak kaya cuitan zaman sekarang, “pacarane mbi aku nikahe mbi wong
liyo” nyesek enggak sih? Mending pacarannya setelah nikah aja.
Hehe hanya intermezo netizen. Bersyukur deh budheku
mempercayakan sepenuhnya kepadaku. Aku tambah greget untuk mengerjakannya. Tambah
pengalaman juga. Senangnya dapat selesai tepat waktu dan langsung meluncur segera
ke calon mantunya.
Sayang, kegiatan ini hanya bertahan di masa kumenunggu
pengumuman dan awal-awal masuk kuliah. Kegiatan njlimet semacam itu suka
sebenarnya. Apalagi bisa tambah-tambah uang saku. Dengan berat hati aku
berpisah dengan flanel. Ada tugas lain yang akan menyita waktuku. Sungguh
liburan produktif. Liburan menyenangkan dan mengenyangkan.
***
Begitulah rasanya kalau bersentuhan dengan flanel. Langsung terngiang
akan episode kehidupan yang pernah aku jalani. Memang sih belum berjodoh untuk
menjadi bisnis yang berkembang dan memiliki omset besar. Namun aku bersyukur
ketika dibenturkan dengan hal-hal semacam itu hal baru tentunya, minimal dapat meningkatkan skill. Eits, harus dirawat pula dengan
kemauan belajar terus dalam diri juga ya agar menjadi orang yang kapabel di
bidang tersebut. Jadi kalau sewaktu-waktu dibutuhkan untuk mencari nafkah, uang
jajan, atau membantu orang lain enggak usah mikir terlalu lama. Dan langsung
teringat namamu.
Pesan aku untuk pembaca setia.
“Galilah dan tingkatkan skillmu di luar profesi atau bidangmu. Awali
dari apa yang kamu sukai. Lalu belajarlah langsung dari ahlinya sekaligus
berlatih. Yakinlah suatu saat ia akan mekar indah di musim yang tepat baik
untuk dirimu sendiri atau orang lain.”
Cukup
curhatan hari ini. Semoga ada manfaatnya yang bisa diambil untukmu. See you di
tulisan berikutnya.
Salam
Amiamia
–Pegumpul cahaya yang berserak